Buku Filosofi Shalat: Kesalehan Sosial Terbentuk dari Kualitas Ibadah Shalat

 
Buku Filosofi Shalat: Kesalehan Sosial Terbentuk dari Kualitas Ibadah Shalat
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Rukun Islam kedua yang wajib dilaksanakan oleh seorang yang memeluk agama Islam adalah melaksanakan shalat fardlu, yakni Isya’, Subuh, Zuhur, Ashar, dan Maghrib. Shalat dianggap tolak ukur amaliah seorang Muslim, yang berarti bahwa kualitas amal seseorang ditentukan oleh Shalatnya.

Hal ini seperti disebutkan dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan Tirmidzi, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya.” (HR. Tirmidzi, No. 413)

Dalam riwayat lain, Rasulullah juga mengatakan sebaik-baik amalan adalah ibadah shalat.

“Ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling utama adalah shalat. Tidak ada yang menjaga wudu melainkan ia adalah seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah).

Dan masih banyak sekali hadis dan ayat Al-Qur’an menerangkan keutamaan dan keistimewaan dibalik perintah shalat.

Yang harus dipahami terlebih dahulu adalah, shalat merupakan kesempatan bagi seorang hamba untuk membersihkan diri dalam artian seluas-luasnya. Bagaimana shalat mencegah perbuatan buruk dan bagaimana shalat membuat seseorang menjadi saleh secara individu dan sosial. Ketika shalat seseorang memasuki dimensi kedua itu, tentu ia menyadari bahwa ibadah shalat tidak hanya bersifat vertikal, antara manusia dengan Allah SWT saja, akan tetapi ada aspek sosial dari ibadah shalat itu sendiri.

Tidak bisa dikatakan saleh, bila seorang muslim hanya fokus pada ibadah individual saja. Misalnya shalatnya rajin, tapi melupakan tetangganya yang membutuhkan pertolongan. Bahkan dalam Al-Qur’an perintah shalat selalu berkaitan dengan perintah ibadah sosial.

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

Artinya: “Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Dalam keterangan lain, Irfan L. Sarhindi dalam bukunya, Filosofi Shalat menjelaskan tentang keutamaan shalat berjamaah yang berkaitan erat dengan kesadaran sosial, kolektif, atau kesadaran kebersamaan. Kenapa shalat berjamaah dianggap lebih mulia dari shalat sendirian. Secara filosofis dalam artian rukun dan syarat sama dengan shalat biasa, tapi shalat berjamaah memiliki nilai lebih dan memperkuat nilai serta fungsi shalat sebagai sistem kontrol diri.

Shalat berjamaah membantu kita untuk menjadi pribadi yang tegak lurus patuh kepada Allah dan berakhlak mulia. Dengan akhlak mulia ini maka secara otomatis akan menghadirkan keadilan, keselamatan, dan menghadirkan perdamaian.

Kesadaran Kebersamaan

Buku Filosofi Shalat yang ditulis Co-Founder Podcastren itu, juga mengungkapkan bahwa Islam bukan agama yang mendorong untuk menjadi saleh secara individual, Misalnya berlomba-lomba sendirian untuk masuk ke surga walaupun ada istilah fastabiqul khoirot, namun makna ayat tersebut bukan mendorong untuk menjadi pribadi yang individualistis, tapi menjadi pribadi yang terdorong untuk memperbaiki diri terus-menerus di dalam jalan yang benar.

Dalam kalimat fastabiqul khoirot ada unsur watawa saubil haq watawa saubil shabr. Artinya ada unsur untuk saling merangkul, mengajak, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Sehingga Islam bukan agama yang individualistis, itu sebabnya Islam sangat menekankan aspek sosial. Ibadah kita yang istikamah bisa gugur hanya karena kita membiarkan orang lain kelaparan. Ini menunjukkan bagaimana Islam mendorong kesadaran kolektif yang sifatnya ukhuwah islamiyah atau ukhuwah basyariyah.

Melalui shalat berjamaah kita juga diberi kesempatan tidak hanya berhubungan dengan Allah SWT, tetapi juga berhubungan dan bertemu sesama muslim saat melaksanakan shalat berjamaah. Bahkan pada zaman Rasulullah, shalat berjamaah menjadi momentum Rasul bisa mengetahui sahabat yang sedang sakit atau berhalangan, karena indikasinya jika tidak ada halangan maka akan datang ke masjid.

Dalam buku Filosofi Shalat yang akan diterbitkan pada akhir bulan November 2021 itu, juga menjelaskan terkait proses pertemuan shalat berjamaah di masjid pada zaman Rasulullah. Pada saat itu masjid juga menjadi kesempatan untuk kepentingan umat dan bersama. Tentu hal ini juga berhubungan dengan fungsi masjid sebagai tempat di mana persoalan-persoalan umat didiskusikan dan diputuskan sebaik mungkin, berdasarkan pada prinsip keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Kemudian yang terakhir, kenapa shalat berjamaah menjadi lebih utama, karena menjadi shared language (bahasa bersama) dalam konteks sesama muslim. Misalnya ketika kita shalat berjamaah di masjid, tentu kita akan merasa bahwa kita mengenal orang di samping kita lebih dekat. Shalat berjamaah akan mendorong seseorang untuk melupakan segala perbedaan, seperti politik, sosial, dan lainnya. Sehingga kesadaran itu menjadi penguat ukhuwah kita dan menjadi bagian dari elemen untuk mengkontruksi identitas keislaman kita.

Dengan demikian akan tumbuh kesadaran bahwa perbedaan apapun, tapi tetap memiliki satu persamaan yakni shared language, setidaknya dalam bentuk shalat berjamaah, persatuan dan persaudaraan itu akan kuat. Karena berpecah belah adalah mulai datangnya kehancuran.

Itu artinya shalat berjamaah juga dapat dipahami sebagai sarana melatih diri untuk menghormati perbedaan. Shalat berjamaah juga merupakan ibadah terbaik, mempunyai peran luar biasa dalam mengokohkan pengontrol pada diri manusia.

Untuk itu, shalat sangat berpengaruh pada perluasan keadilan individu dan sosial. Dengan demikian, shalat pada dasarnya mengajarkan kepada kita untuk terus meningkatkan keimanan secara sosial.

Oleh: Anty Husnawati, Aktivis Perempuan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama


Editor: Daniel Simatupang