Dzikir Qalbu: Energi Turbin Hati

 
Dzikir Qalbu: Energi Turbin Hati
Sumber Gambar: RODNAE Productions dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta - Dzikir qolbu atau dzikir hati, ialah menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah subhanahu wa ta'ala di dalam diri dan jiwanya sendiri, sehingga mendarah daging dan tidak dengan suara. Dzikir dengan hati, lebih mudah di lakukan daripada dzikir dengan lisan, dan lebih terhindar dari hal yang dapat menghambatnya, karena tidak terikat waktu dan dapat di lakukan setiap saat.

Dzikir hati, yaitu berdzikir dengan mengkonsentrasikan diri pada suatu makna (di dalam hati) yang tidak tersusun dari rangkaian huruf dan suara. Karenanya, seorang yang sedang berdzikir jenis ini tidak akan terganggu oleh apa pun juga. Berdzikirlah mengingat Allah dengan hatimu tanpa bersuara, tanpa diketahui oleh orang lain, dan tanpa ada lafal dan ucapan yang dikeluarkan. Dzikir dengan hati merupakan tempat pengawasan Allah subhanahu wa ta'ala, tempat bersemayamnya iman, tempat bersumbernya rahasia, dan tempat bertenggernya cahaya.

Hati yang baik akan mengakibatkan jasad seluruhnya menjadi baik. Begitu juga hati yg buruk, akan berdampak menjadikan jasad menjadi buruk. Ini seperti yang telah dipaparkan oleh Rasulullah saw, karenanya, seorang hamba tidak dikatakan mukmin, jika hatinya tidak terpaut pada apa yang harus diimaninya. Begitu pula ibadah yang menjadi tujuan tidak akan sah jika tidak menyertainya dengan niat (di dalam hatinya).

Syaikh Abu Hamid Ahmad bin Hadhrawaih Al-Balkhi rahimahullah (wafat 240 H / 854 M Khurasan) berkata, “Hati adalah wadah. Jika wadah itu penuh dengan kebajikan, maka cahaya-cahaya kebajikan (yang ada di dalamnya) akan keluar menyinari anggota-anggota tubuhnya. Jika wadah itu penuh dengan kebatilan, maka kegelapan yang ada di dalamnya akan bertambah ketika sampai pada anggota tubuhnya.”

Al-Ghauts al-A'dham Shulthanul Aulita' Syeikh Abdul Qadir Al Jilany Radhiyallahu Anhu (23 Maret 1078 M Jilan, Iran - 21 Februari 1166 M Bagdad, Irak) berkata, "Diriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah bersabda :

"Maukah kuceritakan kepadamu, tentang amalmu terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah subhanahu wa ta'ala,, serta orang yang tertinggi derajatnya di antaramu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuhmu ?" Para sahabat bertanya, "Apakah itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Dzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala." (HR Imam Al-Baihaqi atau Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi Asy-Syafi'i rahimahullah, 994 - 1066 M di Naisabur, Iran).

Ikhtiar untuk menahan dan menyingkirkan sifat-sifat yang kurang baik, bukan main susahnya, kalau tidak dilandasi dgn dzikir kalbu, sebab dzikir kalbu dapat mengikis sifat-sifat yang kurang baik yang sekian lama membelenggu diri.

Sebagian orang yang telah mencapai tahapan makrifat mengatakan, “Berdzikir dengan hati adalah pedangnya orang-orang yang meniti jalan ruhani. Dengan dzikir itu, mereka bisa membunuh habis musuh-musuh mereka dan menjadi tameng dari bahaya-bahaya yang merongrong mereka. Karena bahaya (musibah) yang datang pada seorang hamba, lalu hatinya kaget terperanjat dan langsung mengingat Allah subhanahu wa ta'ala, maka itu akan mencegahnya dari segala sesuatu yang tidak diinginkannya.

Qalbu merupakan penghubung manusia dengan Allah subhanahu wa ta'ala. Qalbu yang kotor menyulitkan hubungan dengan Allah subhanahu wa ta'ala dan qalbu bisa dibersihkan salah satunya dengan berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Jika qalbu terbiasa berdzikir, sesungguhnya tanpa disadari oleh para pelaku dzikir pada umumnya, ternyata bacaan-bacaan dzikir merupakan simpul energi positif alam, yang berbeda tingkat kepadatan atau potensial energi pada tiap-tiap bacaannya. Dengan berdzikir membuat energi positif alam tertarik dan menempel di jiwa-raga si pelaku dzikir.

Dzikir adalah mengingat. Tetapi, dzikir bukan hanya mengingat, melainkan juga memiliki kekuatan. Seperti turbin yang menyalakan energi, mulut yang berkomat-kamit berdzikir merupakan sarana untuk membangkitkan energi  di dalam jiwa. Pada tahap selanjutnya, dzikir bukan hanya gerakan komat-kamit mulut, tetapi komat-kamit di dalam hati.

Baca Juga : Sambut HUT RI, MDHW Kembali Dzikir di Istana

Jika turbin hati sudah mulai bergerak, energi yang dihasilkan lebih dahsyat dari komat-kamit turbin mulut. Di saat turbin hati menyala, satu detik gerakan turbin berarti mengalirkan seluruh energi dzikir ke seluruh aliran darah, hingga sampai pada seluruh tubuh. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Akhirnya, dzikir qalbu dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam qalbu seseorang, sehingga dzikir qalbu dapat menjadi alternatif untuk mengatasi kecemasan, stres, bahkan depresi.

Sebab, dengan dzikrullah yang dikerjakan di kalbu, disamping menghilangkan sifat-sifat yang kurang baik, sifat-sifat yang baik pun menguasai diri dan menambah ketenangan dan ketentraman hati.

Baca Juga : Penjelasan tentang Mengubah Bacaan pada Maulid atau Dzikir

Inti dari cara-cara berdzikir itu sama menuju kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Dalam kesehatan, dzikir juga sangat berguna karena dzikir di sini juga bisa sebagai kesehatan pada tubuh baik itu psikis maupun fisik. Kesehatan adalah karunia yang sangat berharga dari Allah yang diberikan kepada manusia. sehingga manusia dalam kehidupan sehariharinya dapat melakukan kegiatan sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup. Kesehatan manusia tidak hanya berhubungan dgn keadaan fisik saja, tetapi juga berhubungan dgn keadaan psikis, jasmani dan rohani. Manusia merupakan satu kesatuan yg dapat membentuk diri manusia seutuhnya, sehingga kondisi yang satu akan mempengaruhi kondisi yang lain. Dalam ilmu kedokteran yang berkembang saat ini diterangkan bahawa tubuh kita mempunyai kejiwaan (psikis), saraf (neuron), dan psikoneuron endokrinologi, ketiganya terdapat hubungan yang sangat erat.

Semakin banyak seorang hamba melakukan dzikir, maka semakin dekat pula dia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga hatinya terbebas dari segala macam kerisauan. Karena dia akan selalu ikhlas dengan ketetapan dari Allah.

From sources Ahmad Zaini Alawi