Biografi Imam Muhammad bin Ali Aidid

 
Biografi Imam Muhammad bin Ali Aidid
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Daftar Isi Biografi Imam Muhammad bin Ali Aidid

1.         Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat
1.3       Keluarga

2.         Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Guru Beliau
2.2       Murid Beliau

3.         Gelar Aidid

4.         Teladan
4.1       Sosok yang Giat Beribadah

5.         Karamah Beliau

6.         Referensi

Laduni.ID, Jakarta – Beliau Al Imam Syeikh Al Arif Billah Waahkamihi Jamaluddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Al Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Ammul Faqih Alwy bin Muhammad Shahib Mirbat.

1. Riwayat Hidup dan Keluargai

1.1 Lahir

Beliau Imam Muhammad bin Ali Aidid dilahirkan di kota Tarim, Hadhramaut, Yaman Selatan Tahun 754 H.

1.2 Wafat

Beliau Imam Muhammad bin Ali Aidid meninggal di kota Tarim pada tahun 862 H, sedangkan ayahnya Al Imam Nurrudin Ali bin Muhammad meninggal tahun 830 H, beliau termasuk sosok yang dihormati dan diagungkan oleh Syeikh Abdurrahman Assegaf.

1.3 Keluarga

Istrinya bernama Syarifah binti Hasan bin Al Faqih Ahmad bin Abdurrahman, seorang yang sholehah dan zuhud dalam urusan dunia. Imam Muhammad bin Ali Aidid dikaruniai enam orang anak laki- laki :

Anak-Anak Beliau

  1. Ahmad Al-Akbar, wafat tahun 862 H.
  2. Abdurrahman Bafaqih, mempunyai lima orang anak laki-laki, yaitu: Muhammad, Ahmad, Abdullah, Zein dan Atthayib, wafat di Tarim tahun 862 H.
  3. Abdullah Bafaqih, mempunyai tiga orang anak laki-laki, yaitu: Alwi, Husein dan Ahmad, wafat selang beberapa tahun wafatnya Abdurrahman Bafaqih.
  4. Ali Aidid, mempunyai tiga orang anak laki-laki, yaitu: Muhammad, Abdullah dan Abdurrahman, wafat tahun 919 H.
  5. Alwi
  6. Al-Faqih Ahmad

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Guru Beliau

Waliyullah Al-Imam Muhammad Maula Aidid adalah seorang ulama besar pada zamannya yang sangat luas ilmunya, baik ilmu syariat ataupun ilmu thariqah dan yang mukasif. Dia belajar atau menuntut ilmu agama dari berbagai-bagai guru di zamannya, diantaranya:

  1. Syech Muhammad bin Hakam Baqusyair, di Qasam
  2. Al-Faqih Abdullah bin Fadhel Al-Haj
  3. Al-Imam Sayyid Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah
  4. Al-Imam Sayyid Muhammad bin Hasan Jamalullail
  5. Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al-Khatib
  6. Al-Imam Sayyid Ali bin Muhammad Shahib Al-Hauthah (ayahnya)

2.2 Murid Beliau

Banyak para ulama memuji, juga mengagumi dan memuliakan dia karena akhlak juga keluasan ilmu-ilmu agama yang ada pada dirinya. Para ulama yang belajar menimba ilmu kepadanya, diantaranya sbb.:

  1. Al-Imam Sayyid Abdullah Alaydrus bin Abubakar Assakran
  2. Al-Imam Sayyid Ali bin Abubakar Assakran
  3. Al-Imam Sayyid Abubakar Al-Adny bin Abdullah Alaydrus
  4. Al-Faqih Al-'Alamah Muhammad bin Ahmad Bafadhaj
  5. Muhammad bin Ahmad Abi Jarasy
  6. Al-Imam Sayyid Umar bin Abdurrahman Shahib Al-Hamra
  7. Al-Imam Sayyid Al-Faqih Al-'Alamah Muhammad bin Ali bin Alwi AlKhered (Shahib kitab Al-Ghurror)

3. Gelar Aidid

Al-Imam Muhammad bin Ali orang yang pertama mendapat gelar Aidid. Gelar yang disandangnya karena dia adalah orang yang pertama tinggal di lembah Aidid yang tidak berpenduduk disebut " Wadi Aidid ", yaitu lembah yang terletak di daerah pegunungan sebelah barat daya kota Tarim, Hadhramaut, Yaman Selatan dan mendirikan sebuah rumah dan masjid untuk tempat beribadah dan dipakai untuk shalat jum'at serta beruzlah (mengasingkan diri) dari keramaian.

Asal mulanya lembah tersebut gelap gulita dan banyak keanehan-keanehan, tidak ada yang berani masuk maupun melintasi lembah tersebut, bahkan mengambil sesuatu di dalam lembah tersebut. Akhirnya lembah tersebut menjadi lembah yang sangat aman, makmur, semerbak dan terang benderang dengan sinar keberkahan dari Waliyullah Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah. Selanjutnya penduduk disekitar lembah tersebut mengangkat Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah sebagai penguasa lembah Aidid dengan gelar Muhammad Maula Aidid. Maula berarti Penguasa.

Waliyullah Al-Imam Muhammad Maula Aidid ditanya oleh beberapa orang penduduk: “ Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah Masjid yang juga dipakai untuk shalat Jum’at, sedangkan di lembah ini tak ada penghuninya ? “. Lalu dia menjawab “ nanti akan datang suatu zaman dimana zaman tersebut banyak sekali Umat yang datang kelembah ini, datang dan bertabaruk ".

4. Teladan
4.1 Sosok yang Giat Beribadah

Imam Muhammad Maula Aidid banyak membaca Al-Qur'an disetiap waktu terutama surat Al-Ikhlas. Dia adalah seorang yang zuhud. Dia memandang dunia hanya sebagai bayangan yang cepat berlalu. Banyak fakir miskin dan tamu yang datang kepadanya dengan berbagai keperluan, dan dia selalu memenuhinya. Akhlaknya lebih lembut dari tiupan angin.

Tertulis dalam kitab Syarah Al-Ayniyyah, bahwa Al-Faqih Muhammad Maula Aidid mendawamkan bacaan surat Al-Ikhlas antara shalat maghrib dan isya sebanyak 3000 kali.

Dijelaskan oleh Al-Habib Ahmad bin Zein Alhabsyi dalam kitab Syarah Al-Ayniyyah ( nadzom Imam Hadad ), bahwa Al-Faqih Muhammad Maula Aidid sering bertemu dengan Nabi Khidir.

Syekh Abdurrahman Assegaf memuji, menyanjung serta memuliakan Al-Faqih Muhammad Maula Aidid dengan ayahnya. Dan ringkasan-ringkasan apa-apa yang diucapkan oleh para ulama-ulama, bahwa Al-Faqih mempunyai keutamaan dan ilmu seperti lautan.

5. Karamah Beliau

Al-Faqih Muhammad Maula Aidid dikenal dengan shohibu Aidid. Al-Faqih Syekh Muhammad bin Hasan bin Umar Abi Jaras mengabarkan, ia dikabari oleh Syekh yang sholeh Muhammad bin Ahmad bin Abubakar bin Abu Harma, bahwasanya Syekh Ali bin Abdurrahman Al-Khotib berkata:

Saya bermaksud mendatangi kediaman Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid yang rumahnya terletak di lembah Wadi, tetapi saya tidak menemukan di rumahnya. Saya teman akrabnya, juga menghormati dan salah satu muhibin terhadapnya. Dikarenakan tidak adanya dia di rumahnya, saya langsung ke lembah yang sering dijadikan tempat untuk beribadah kepada Allah S.W.T. Ketika di pertengahan jalan, saya mendengar bunyi aliran air dari bukit, padahal suana tidak ada mendung dan hujan. Dalam keadaan heran saya menelusuri suara aliran air tadi, maka aku berniat mendekat untuk menjawab rasa penasaranku terhadap bunyi aliran air tadi. Seketika aku melihat Al-Faqih Muhammad Maula Aidid sedang duduk dan aliran air tersebut seharusnya mengenai tubuhnya, tetapi tidak mengenai tubuhnya, padahal dia duduk tepat pada aliran air tersebut. Dalam keadaan heran saya mendekati, kemudian Al-Faqih Muhammad Maula Aidid menyuruh saya duduk dan meminta untuk tidak menceritakan kepada siapapun kejadian yang dialaminya tadi. Saya mandi dan minum serta berwudhu pada air tersebut. Setelah itu saya turun dari lembah tersebut menuju kerumah yang berada di tengah-tengah kebun kurma. Setelah sampai dirumah, keluarga saya bertanya: “ Siapa yang menciprati Ja’faron ditubuhmu ? “. Saya katakan, saya tidak memakai dan memegang ja'faron sebelumnya atau melihatnya. " Ja'faron itu tercium dari badan dan bajumu " kata keluarga saya, saya menjawab, beberapa saat yang lalu saya mandi dan mencuci bajuku bersama Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Kemudian saya melihat dan memperhatikan apa-apa yang dikatakan oleh keluarga saya dan ternyata benar. Maka saya cuci pakaian saya dengan air berulang-ulang, akan tetapi tidak hilang bekas ja'faronnya. Kemudian saya cuci dengan air yang dicampur dengan tanah, juga saya merendam diri di kamar mandi untuk menghilangkan bekas wangi dari ja'faron yang ada pada tubuh dan pakaian saya, tidak hilang juga. Akhirnya saya berdiam di kebun kurma dan tidak keluar ketempat lain atau keluar kota selama tiga hari, saya berharap agar nanti berkurang wanginya pada tubuh dan baju ketika mandi dan mencucinya. Pada setiap shalat fardhu saya cuci, tapi tidak hilang. Beberapa hari kemudian dalam waktu yang panjang wangi ja'faron itu hilang. Itulah salah satu keramat Al-Faqih Muhammad Maula Aidid.

Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abu Mukhtar, bahwa saya bersama rombongan atau kafilah keluar dari kota Syihr dan tiba pada malam hari serta menginap di suatu daerah pada waktu itu lagi musim dingin. Ketika itu akhir dari bulan musim dingin, orang-orang tidak mampu keluar berjalan-jalan atau mendatangi tempat tersebut dikarenakan sangat dingin. Saya tidak membawa bekal berupa selimut atau alat penghangat. Menjelang malam, saya tertidur, sebelum tidur mengucapkan nama Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Ketika dalam tidur saya bertemu dengan Al-Faqih Muhammad Maula Aidid. Saya berkata: " saya kedinginan ", kemudian diselimuti oleh Al-Faqih Muhammad Maula Aidid, selimut demi selimut. Berkata Al-Faqih Muhammad Maula Aidid: " Sudah hangatkah badanmu ? ", Saya menjawab: " belum ". Kemudian diselimuti lagi sampai merasakan tidak kedinginan lagi. Lalu saya berkata kepadanya: " sudah hangat wahai sayyid ".

Diriwayatkan dari sebahagian orang kepada Al-Habib Muhammad bin Ali Al-Khirid ( Pengarang kitab Al-Ghuror). Ketika air yang mengalir sangat sedikit dari lembah atau bukit-bukit dan tidak mencukupi untuk menyiram kebunnya, berupa pohon kurma dan pohon sidir ditengah lembah, sehingga banyak tumbuh ilalang dari aliran air tersebut, seseorang memasuki daerah itu dan tertidur, dalam tidurnya didatangi oleh seseorang yang rupanya sangat putih dan wajah yang bercahaya dengan pakaian yang bagus, kemudian ia dipeluknya hingga susah bernapas. Ia bertanya, apa salah dan dosa saya, orang itu berkata: " Engkau meninggalkan hewan peliharaanmu di tempat saya ", maka ia berkata, karena saya terlalu letih, kemudian ia berteriak sampai keluarganya mendengar teriakannya, maka ia berkata, saya minta maaf dengan teriakan yang terdengar oleh keluarga saya. Dan ini terjadi setelah Al-Faqih Muhammad Maula Aidid meninggal dunia dan ia tidak mengenal rupa wajahnya, kemudian ia bertanya, siapa engkau ?, dijawab oleh orang itu: " Saya Muhammad bin Ali Shahib Aidid ".

Al-Faqih Muhammad Maula Aidid pernah dalam melaksanakan da'wahnya bertemu dengan seorang anak muda. Kemudian anak muda tersebut bertanya kepada Al-Faqih: " Siapa Engkau ". Karena tawadhunya, dia menjawab: " Saya Abdullah ( Hamba Allah ) ". Setelah mendengar ucapan tersebut, anak muda itu dengan sombong dan kasarnya langsung meludah kewajahnya Al-Faqih. Walaupun diperlakukan demikian, dia sabar dan tidak marah, malah dia berkata kepada anak muda tersebut: " Sekalipun sikap kamu kasar dan tidak beradab, akan tetapi lisanmu pernah mengucapkan kalimat dzikir kepada Allah walaupun hanya sekali ". Dengan kesabarannya, ludah yang ada di wajahnya di usap dengan tangannya. Kemudian anak muda itu menangis dan meminta maaf kepada Al-Faqih, menyadari akan kehilafan, sikap dan sifatnya. Karena Al-Faqih mempunyai sifat dan akhlak yang penuh dengan kasih sayang, anak muda itu dimaafkan.

6. Referensi

Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin (Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher).

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya