Mengenal Lebih Dekat Sosok Ali Syari’ati

 
Mengenal Lebih Dekat Sosok Ali Syari’ati
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Sosok figur luar biasa dan hebat yang bernama Ali Syari'ati sekaliber sekelas dengan Sosiolog Neo-Marxis yang lain. Seperti C Wright, Antonio Gramsci dan selevel juga tentunya dengan Karl Max sendiri. Sebagian banyak orang, mungkin sudah sangat familiar dengan nama sosiolog tersebut karena banyak buku yang Ali Syari'ati sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu pemikiran Ali Syari'ati mempengaruhi jagad intelektual Indonesia. Terutama ketika menjelang runtuhnya rezim Oreder Baru.

Deskripsi biografi mengenai Ali Syari'ati

Lahirnya di daerah Khurasan, Iran pada 24 November tahun 1933. Keluarga Ali Syari'ati adalah keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan, kakeknya adalah seorang intelektual yang tekun, disiplin dan berani. Sementara Ayahnya yang bernama Taqi Syari’ati adalah seorang aktifis sufi yang sama dengan kakeknya dan memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya. Pada anak usia dini, Ali Syari'ati belajar banyak dengan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan kakeknya tersebut. Tradisi ini dikatakan sebagai mata air yang menyinari pemikirannnya itu.

Kemudian, terkait dengan pendidikan Ali Syari'ati, ia selama tiga tahun belajar sastra di Universitas Mashab. Setelah ia belajar dari kampus tersebut dengan beasiswa dari pemerintah Iran ia melanjutkan studi ke Universitas Sorbone di Prancis, kali ini Ali Syari'ati mempelajari sosiologi dan sejarah agama-agama. Setelah dia belajar dari Sorbone University kemudian dia kembali ke Iran, di sana dia menekuni profesi sebagai guru dia mengajar di Universitas Masaba di tahun 1990-an, selain dia menjadi guru atau dosen dia juga menjadi seorang orator.

Yang menariknya ketika di Prancis itu, ia bertemu dengan tokoh-tokoh New Maxis seperti Louis Massignon yang ternyata tertarik dengan studi Islam. Kemudian setelah itu Gurvitch yang mengindroktinasi Ali Syari'ati dengan ide-ide perlawanan atas ketidakadilan, dia juga belajar kepada Sartre di mana Ali Syari'ati sangat dipengaruhi oleh pemikiran esensialisme tentang kebebasan individual, tanggung Jawab dan pemberontakan. Dari sini bisa disimpulkan ketika di Perancis, tepatnya di Sorbone, itulah berkembang pesat pemikiran Ali Syari'ati – terbentuk dan terkonstruksi – oleh guru-gurunya yang sangat luar biasa.

Karakter teorinya Ali Syari'ati

Ali Syari'ati adalah seorang Marxis, dia paham tentang teori-teori Marx. Namun, disisi lain dia menggunakan teori Marx, tetapi juga mengkritisinya. Dari sinilah timbullah keunikan dari pemikiran Ali Syari'ati yang tidak dimiliki oleh sosiolog-sosiolog yang lainnya.

Sebenarnya karakter teorinya Ali Syari'ati itu mengembangkan sosiologi kritik untuk ulama-ulama tradisional di Iran. Kemudian juga penguasa-penguasa Iran yang menurut Ali Syari'ati tidak membuat orang berpikir cerdas dan berpikir merdeka, itu menjadi sasaran kritik berkali-kali. Ali Syari'ati mengungkapkan sebuah istilah di dalam sosiologi yang disebut dengan Revolusi.

Selain itu, Ali Syari'ati ketika berbicara mengenai revolusi dan mengkritik perkembangan masyarakat, dia menggunakan terminologi yang didapatkan dari Al-Qur’an dan Hadis, jadi mengelaborasi kekuatan dari Al-Qu’ran dan dari Hadis kemudian digunakan untuk menganalisis masyarakat secara kritis.

Konsep yang dikembangkan Ali Syari'ati

Beberapa konsep Ali Syari'ati menggunakan terminologi dialektika antara Habil dan Qabil, ini sama ketika Karl Marx menjelaskan konsep mengenai pertentangan kelas antara kaum borjuis dan kapitalis dengan kaum proletar. Jadi teknologinya adalah Habil dan Qabil, Habil adalah orang yang baik dan Qabil adalah orang yang jahat. Habil adalah ciri negara berkembang dam Qabil adalah ciri negara maju.

Yang kedua, Ali Syari'ati juga memberikan pencerahan kepada kita tentang istilah kata Ummi yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak bisa membaca dan menulis. Tetapi yang dikatakan Ali Syari'ati bahwa, seorang sosiolog yang progresif revolusioner tidak hanya mengandalkan literasi tetapi yang terpenting adalah keberpihakan terhadap kaum-kaum tertindas. ini setressing dari kata Ummi.

Kemudian Ali syari'ati juga menyinggung konsep mengenai Imam Mahdi, seorang tokoh yang diharapkan turun dari langit yang bisa menyelesaikan segala persoalan ini di dunia. Menurut pendapat Ali Syari'ati tentang Imam Mahdi adalah tokoh perubahan sosial, tapi yang tidak disadari adalah kita semua merupakan “Imam Mahdi”. Kalau berpikir kritis, mendesain revolusi dan melakukan perubahan-perubahan penting itulah Imam Mahdi yang sesungguhnya.

Terkait dengan konsep revolusi, bahwa ternyata revolusi yang dikatakan Ali Syari'ati itu mengandalkan kepada seorang tokoh dari pelaksanaan revolusi itu berkali-kali, dia mengatakan dalam bukunya, sosok revolusioner itu namanya “Raushan Fikr”. Nah, siapakah Raushan Fikr itu? Ia merupakan orang yang berpegang teguh pada ideologi, yang bersedia berkorban untuk membela kesedaran itu, dan mengabdikan diri untuk mewujudkan cita-citanya dengan mendorong gerakan-gerakan progresif dalam sejarah kemanusiaan, itulah ciri-ciri Raushan Fikr yang disebutkan Ali Syari’ati dalam bukunya.

Kesalahan yang paling besar bukanlah kegagalan, tetapi adalah berhenti dan menyerah sebelum merasakan keberhasilan.

Ali Syari’ati (1933-1977)

Selama hidupnya, ia mengabdikan diri untuk membangunkan masyarakat Islam khususnya di Iran dari belenggu kezaliman. Ali Syari'ati menghembuskan nafas terakhirnya di London, Inggris pada 19 Juni 1977. Meskipun dimakamkan di Damaskus, Syria namun kisah kematiannya masih menjadi misterius. Tewasnya Ali Syari'ati oleh para intelijen itu seperti apa sampai hari ini jadi masih belum ketahuan, tapi walaupun orangnya sudah tidak ada namun pikirannya masih banyak dijadikan rujukan.

Oleh: Elida Choirun Nisa’ – Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Indonesia


Editor: Daniel Simatupang