Tan Malaka: Islam Sebagai Kekuatan Revolusioner

 
Tan Malaka: Islam Sebagai Kekuatan Revolusioner
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Lenin dalam artikelnya yang berjudul "Kebangkitan Asia" yang diterbitkan Harian Pravda milik Partai Komunis Soviet edisi 7 Mei 1913, menyinggung soal kebangkitan kesadaran di Asia, khususnya di Hindia Belanda (Indonesia). Ada 3 faktor penyebab kebangkitqn ini menurut Vladimir Lenin:

1. Nasionalisme yang dipicu oleh Agama Islam (meski tidak disebut ini menunjuk pada Sarekat Islam).

2. Pendidikan ala Barat oleh kapitalis.

3. Kesadaran perjuangan dan bahkan keunggulan Asia yang dibawa oleh para perantau dari Tiongkok (kemungkinan mengacu pada Sun Yat Sen, dkk).

Artikel Lenin inilah kemungkinan yang menjadi dasar usulan Tan Malaka pada November 1922 di rapat Partai Komunis di Soviet yang menganjurkan komunisme tidak memandang Islam sebagai musuh melainkan justru merangkul Islam sebagai kawan seperjuangan melawan kapitalisme dan penjajahan.

Tan Malaka yang memiliki pandangan terbuka dan jauh ke depan sebelumnya telah menganjurkan dan menulis artikel tentang Pan Islamisme dan Komunisme atas kesepakatan setelah bertemu dengan Lenin dan lainnya.

Tan menulis,"Pan-Islamism is a long story. First of all I will speak about our experiences in the East Indies where we have cooperated with the Islamists. We have in Java a very large organisation with many very poor peasants, the Sarekat Islam (Islamic League). Between 1912 and 1916 this organisation had one million members, perhaps as many as three or four million. It was a very large popular movement, which arose spontaneously and was very revolutionary." Dan dilanjutkan dengan, "We have been asked at public meetings: Are you Muslims yes or no? Do you believe in God yes or no? How did we answer this? Yes, I said, when I stand before God I am a Muslim, but when I stand before men I am not a Muslim [loud applause], because God said there are many devils among men! (Loud applause) Thus we inflicted a defeat on their leaders with the Quran in our hands, and at our congress last year we compelled the leaders of the Sarekat Islam, through their own members, to cooperate with us."

Bisa jadi ini juga sebuah dakwah atau syiar Islam Tan Malaka di tengah para petinggi komunis di dunia. Tan Malaka tidak menyangkal Allah, justru menegaskan keberadaan Allah kepada mayoritas petinggi komunis yang atheis. Tetapi Tan juga mendekonstruksikan Agama dalam pengertian tradisional untuk tidak lagi mengandalkan kekhalifahan melainkan kemanusiaan, termasuk dalam melawan setan yang berwujud manusia.

Tidaklah heran dalam artikelnya yang adalah bahan pidatonya Tan Malaka menutup dengan kalimat-kalimat yang jelas dan tegas, "So Pan-Islamism no longer has its original meaning, but now has in practice an entirely different meaning. Today, Pan-Islamism signifies the national liberation struggle, because for the Muslims Islam is everything: not only religion, but also the state, the economy, food, and everything else. And so Pan-Islamism now means the brotherhood of all Muslim peoples, and the liberation struggle not only of the Arab but also of the Indian, the Javanese and all the oppressed Muslim peoples. This brotherhood means the practical liberation struggle not only against Dutch but also against English, French and Italian capitalism, therefore against world capitalism as a whole. That is what Pan-Islamism now means in Indonesia among the oppressed colonial peoples, according to their secret propaganda  the liberation struggle against the different imperialist powers of the world. This is a new task for us. Just as we want to support the national struggle, we also want to support the liberation struggle of the very combative, very active 250 million Muslims living under the imperialist powers. Therefore I ask once again: Should we support Pan-Islamism, in this sense? So I end my speech. (Lively applause)."

Sayang beribu sayang tepuk tangan yang meriah ini tidak pernah ditindaklanjuti karena ternyata untuk bersikap terbuka, berwawasan luas, berpikir ke depan ala Tan Malaka tidak populer baik di Barat maupun di Timur yang lebih suka mengkotak-kotakkan dan hanya kerjasama dengan yang sama, padahal Allah menciptakan manusia berbeda dan beragam namun tetap sebagai manusia.

Cibubur, 10 Juni 2020

Oleh: Samuel Hutagalung


Editor: Daniel Simatupang