Dialog Tasawuf Falsafi Di Pesantren Al-Tsaqafah (2)

 
Dialog Tasawuf Falsafi Di Pesantren Al-Tsaqafah (2)
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Kiyai Ulil mengurai sejarah masuknya Tasawuf Falsafi ini di bumi Nusantara dengan sangat fasih bak seorang sejarawan top. Menurutnya, sambil mengutip seorang peneliti dari Belanda, ajaran ini memperoleh tempat dan apresiasi dari para elit kekuasaan, karena mengokohkan posisi mereka sebagai "Zhillullah fi Ardhih", "bayang-bayang Tuhan" di dunia. Para elit kekuasaan dan bangsawan, mengadopsi atau mengakomodasi ajaran ini dengan senang hati. Tetapi sayang ajaran ini kemudian tergusur oleh gelombang Fiqh yang menjadi kegemaran rakyat banyak.

Lalu hal lain yang saya kira mengusik pikiran saya dari kiyai Ulil adalah manakala ia menyebut nama Platon (Aflathun/Plato). Sayang ia tidak mengurai lebih jauh soal pikiran filsuf besar ini dalam kaitannya dengan Tasawuf Falsafi ini. Juga tentang pikiran-pikiran filsafat "Neo Platonisme". Mungkin tidak cukup waktu.

Kiyai Moqsith bicara dengan gaya jenaka tetapi tetap "keren", antara lain tentang "keajaiban-keajaiban" atau "keramat-keramat" yang diperlihatkan para master sufi Falsafi, macam Sheikh Abdul Qodir Al Jilani, Sheikh Abu al-Hasan Al Syadzili, Sheikh Abu Yazid al-Bisthami dan lain-lain sambil menyebut silsilah guru-guru mereka sampai ujung. Ia seperti gurunya Kiyai Sa'id, hafal di luar kepala tentang silsilah tokoh-tokoh itu dan menyebutkannya dengan lancar. Luar biasa. Ini sesuatu yang boleh jadi hanya ditemukan dalam tradisi pesantren NU.

Dan saya terkagum-kagum manakala ia menyenandungkan syair-syair/puisi-puisi "Cinta", dan "kerinduan". Ini satu model suguhan yang jarang ditemukan dalam ruang-ruang seminar. Dan lebih dari itu uangkapan syair-syair itu merupakan tradisi kaum sufi Falsafi. Lihat Ibnu Arabi menulis ribuan bait dalam "Diwan Ibnu Arabi" (Antologi) dan "Turjuman al-Asywaq" (penerjemah kerinduan). Demikian juga Maulana Jalaluddin al-Rumi dan lain-lain.

Di akhir, aku juga menambah kalimat ini:

Imam Al-Ghazali juga memperingatkan hal ini. Beliau mengatakan "Ifsya Sirr al-Rububiyah Kufrun", menyebarkan rahasia-rahasia Ketuhanan adalah kekafiran, dan:

ليس كل سر يكشف ويفشى

"tidak semua rahasia patut disebarkan.”

Lumayan untuk tambahan bacaan sambil menunggu waktu, (29/05/18).

 

Note: Paragraf-paragraf di bawah ini sengaja di-cut dari tulisan awal, karena khawatir kepanjangan dan membuat pembaca langsung lari. He he.

Repost, 29/05/21

Oleh: Husein Muhammad