Inilah Alasan Mengapa Kiai NU Sangat Ramah

 
Inilah Alasan Mengapa Kiai NU Sangat Ramah

LADUNI.ID, Jakarta - Kiai NU itu tidak mudah marah malah cenderung ramah, tidak suka membuat gaduh, malah teduh, jarang berteriak cenderung bijak, karena tahapan belajarnya runtut.

Pertama, nyantri akan mengenyam kitab Sulam Taufiq, kitab yang concern terhadap pembahasan Fiqih-Tasawuf ini bisa dikatakan sangat tegas dalam memberikan hukum. Ketika santri mempelajari kitab ini, dia merasa semua yang diamalkan orang itu salah, dan penuh dengan dosa, maklum masih pemula.

Kedua, belajar Kitab Fathul Qorib, pembahasan dalam kitab ini mengajarkan tentang dasar-dasar Fiqih Syafi'iyah, bisa dikatakan tidak terlalu keras, santri tidak akan mudah menyalahkan orang lagi, tapi disisi lain dia akan merasa benar sendiri.

Untuk mengimbangi belajar fikihnya itu, santri belajar kitab Ta'lim Muta'alim, kitab adab bagi pelajar, supaya tidak menghandalkan akal dan sebagai self reminder, secerdas apapun santri, al-adabu tetap fauqol ilmi.

Ketiga, mempelajari kitab Fathul Mu'in, pembahasan kitab ini cenderung lebih luas, mengambil dari berbagai pendapat imam, bisa dikatakan kitab ini agak fleksibel dari dua kitab sebelumnya.

Nah, santri sampai level ini akan sadar betul, bahwa ibadah yang dilakukan orang disekitarnya itu tidak salah, melainkan memakai pendapat imam lainnya, santri tidak akan merasa benar sendiri, apalagi menyalahkan orang lain.

Keempat, berlanjut pada kitab Mahalli, Kitab yang membahas fiqih multi mazhab, tidak hanya Syafi'iyah, maka sampai level ini santri wawasannya benar-benar terbuka lebar, sikap toleransi akan tumbuh dari sini.

Santri akan memaklumi kenapa kelompok lain Shubuh-nya tidak Qunut, adzan sholat Jum'at sekali, sholat taraweh hanya 8 rakaat, Fatihah tidak diawali Bismillah, dan perkhilafiyahan antar madzah lainya karena santri tahu betul itu semua ada dasar dan dalilnya, maka sifat santri pada level ini penuh toleransi.

Kelima, santri akan mengaji kitab Imam Ghozali Ihya' Ulumuddin, kitab tingkat tinggi membahas segala aspek kehidupan komparasi antara fiqih dan tasawuf.

Ada adagium, "Belum dinamakan santri sejati kalau belum hafal Alfiyah dan ngaji Ihya'Ulumuddin". Seruput kopi untuk guru-guru tercinta kita.(*)

***

Sumber: Nunu Isco
Editor: Muhammad Mihrob