Biografi Habib Idrus bin Salim Al-Jufri (Guru Tua)

 
Biografi Habib Idrus bin Salim Al-Jufri (Guru Tua)
Sumber Gambar: Habib Idrus bin Salim Al Jufri (Foto Istimewa)

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Nasab
1.3  Riwayat Keluarga
1.4  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.     Penerus
3.1   Murid-Murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Menjadi Mufti Keagamaan
4.2  Hijrah ke Indonesia
4.3  Mendirikan Madrasah

5.    Teladan
6.    Chart Silsilah Sanad
7.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Habib Idrus bin Salim Al-Jufri lahir pada Hari Senin, 14 Sya'ban 1309 H /13 Maret 1892 M di Tarim, 5 kilometer dari Seiwun, Hadramaut, Yaman. Dari pasangan Habib Salim bin Alwi bin Assegaf Al-Jufriy, seorang mufti di Hadramaut, dan Syarifah Noer adalah putri Raja Wajo, Sulawesi Selatan, yang bergelar Arung Matoa Wajo.

1.2 Nasab
Beliau adalah keturunan dari Baginda Nabi Muhammad SAW, dengan silsilah sebagai berikut:

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW,
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra Istri Ali bin Abi Thalib RA,
  3. Al-Imam Al-Husain,
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin,
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir,
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq,
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi,
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib,
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi,
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir,
  11. As-Sayyid Ubaidillah,
  12. As-Sayyid Alwi,
  13. As-Sayyid Muhammad,
  14. As-Sayyid Alwi,
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam,
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath,
  17. As-Sayyid Ali,
  18. As-Sayyid Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad,
  19. As-Sayyid Al-Imam Alwi Al-Ghuyur,
  20. As-Sayyid Ali Shohibud Dark,
  21. As-Sayyid Muhammad Maula Ad-Dawilah,
  22. As-Sayyid Imam Alwy,
  23. As-Sayyid Ahmad,
  24. As-Sayyid Muhammad,
  25. As-Sayyid Ali,
  26. As-Sayyid Muhammad,
  27. As-Sayyid Abu Bakar Al-jufri,
  28. As-Sayyid Alwi,
  29. As-Sayyid Abdullah,
  30. As-Sayyid Muhammad,
  31. As-Sayyid Idrus,
  32. As-Sayyid Salim,
  33. As-Sayyid Husein,
  34. As-Sayyid Abdullah,
  35. As-Sayyid Alwi,
  36. As-Sayyid Segaf,
  37. As-Sayyid Alwi,
  38. As-Sayyid Salim,
  39. As-Sayyid Idrus atau Habib Idrus,

1.3 Riyawat Keluarga
Habib Idrus menikah dengan Syarifah Bahiyah, dari pernikahannya, beliau dikaruniai tiga orang anak:

  1. Habib Salim,
  2. Habib Muhammad,
  3. Syarifah Raguan.

Habib Idrus juga menikah di Pekalongan dengan Syarifah Aminah binti Thalib Al-Jufri. Dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai dua putri yaitu:

  1. Syarifah Lulu’ (Menikah dengan Habib Segaf bin Syekh Al-Jufri),
  2. Syarifah Nikmah.

1.4 Wafat
Masih dalam suasana Idul Fitri, sakit parah yang telah lama diderita Habib Idrus kembali kambuh. Bertambah hari sakitnya semakin berat. Maka, guru, ulama dan sastrawan itu wafat, pada Hari Senin, 12 Syawwal 1389 H bertepatan dengan 22 Desember 1969 M. Beliau meninggal setelah 46 tahun berkiprah di dunia dakwah dan pendidikan dengan mewariskan lembaga pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini. 

Makam Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, Muasis Pesantren Alkhairaat Palu.

Sebelum meninggalnya Habib Idrus sudah mewasiatkan tentang siapa saja yang memandikan jenazah, imam shalat jenazah, tempat pelaksanaan shalat jenazah, siapa yang menerima jenazah di Liang lahat, muadzin di liang lahad, sampai yang membaca talqin di kubur.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Beliau mendapat pendidikan agama langsung dari ayah dan lingkungan keluarganya. Ayah beliau, Habib Salim adalah seorang Qadhi (hakim) dan Mufti (Ulama yang memiliki otoritas mutlak untuk memberi fatwa) di Kota Taris, Hadramaut. Sedangkan kakek beliau, Habib Alwi bin Segaf Al-Jufri, adalah seorang ulama pada masa itu. Beliau adalah salah satu dari lima orang ahli hukum di Hadramaut yang fatwa-fatwanya terkumpul dalam kitab Bulughul Musytarsyidin, karya Al-Imam Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur.

Ketika Habib Idrus menginjak usia belia, ayah beliau Habib Salim melihat bahwa kelak anak nya ini bisa menggantikannya. Beliaupun mendidik anaknya tersebut secara khusus. Habib Salim membuatkan kamar khusus bagi anaknya agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Habib Idrus kemudian mendalami berbagai Ilmu seperti Tafsir, Hadits, Tasawuf, Fiqih, Tauhid, Mantiq, Ma’ani, Bayan, Badi’, Nahwu, Sharaf, Falaq, Tarikh dan Sastra. Selain pada ayahnya dan kakeknya, Habib Idrus juga belajar kepada Para Ulama dan Auliya’ di Hadramaut pada saat itu.

Kemudian pada tahun 1327 H. atau sekitar tahun 1909 M. bersama sang ayah, Habib Idrus berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam datuknya Rasulullah salallahu alaihi wasallam di Madinah. Di sana mereka menetap selama enam bulan. Selama itu Habib Salim memanfaatkan waktunya untuk mengajak putranya ini berziarah kepada para ulama dan Auliya’ yang berada di Hijaz pada masa itu, untuk meminta berkah, do’a serta ijazah dari mereka. Salah satunya kepada Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani di Makkah.

Dalam usia yang relatif sangat muda, beliau sudah dapat memahami dan menghafal lebih dari 200 ayat Ahkam, landasan hukum. Beliau juga sempat menjadi santri di salah satu rubath (pesantren) di Tarim. Usai menamatkan pendidikan di pesantren tersebut, beliau mulai berdakwah dan mengajar. Sebagai mubaligh, ketika itu beliau sempat dikenal dengan gelar Al-Bahrul Fahhamah (pemilik pemahaman seluas lautan). Penasihat pemerintah di bidang syariat, selama dua tahun, menggantikan ayahandanya yang wafat.

2.2 Guru-Guru

  1. Habib Salim bin Alwi Al-Jufri (ayah),
  2. Habib Alwi bin Segaf Al-Jufri (kakek),
  3. Habib Muhsin bin Alwi As-Sagaf,
  4. Habib Abdurrahman bin Alwi bin Umar As-Sagaf,
  5. Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih,
  6. Habib Abdullah bin Husein bin Sholeh Al-Bahar,
  7. Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi,
  8. Habib Abdullah bin Umar As-Syathiri di Rubath Tarim,
  9. Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani Makkah,
  10. Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf (Pendiri Ar-Rabithah Al-Alawiyyah),

3. Penerus

3.1 Murid-Murid

  1. KH. Abdullah Awadh Abdun,
  2. KH. Rustam Arsjad,
  3. KH. Mahfud Godal,
  4. KHS. Abdillah Aljufri,
  5. KH. Rustam.

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Menjadi Mufti Keagamaan
Setelah Habib Idrus bersama ayahandanya Habib Salim AI-Jufri berlayar ke Indonesia tepatnya di kota Manado untuk menemui ibunya Syarifah Nur Al-Jufri serta Habib Alwi dan Habib Syekh yang merupakan kedua saudara kandung Habib Idrus yang telah terlebih dahulu hijrah ke Indonesia. Setelah beberapa waktu di Indonesia, Habib Idrus dan ayahnya kembali ke Hadramaut. Setibanya di Hadramaut, Habib Idrus mengajar di Madrasah yang dipimpin oleh ayah beliau.

Habib Idrus muda memang gigih menimba ilmu agama. Pada usia 18 tahun beliau telah hafal Al-Qur’an ditambah tempaan langsung ayahnya, Habib Salim Al-Jufri. Pada bulan Syawwal 1334 H. bertepatan dengan tahun 1916 M Habib Salim Al-Jufri wafat. Setelah ayah beliau wafat, beliau diangkat menjadi mufti muda oleh Sultan Mansur pada usia 25 tahun di Taris menggantikan sang ayah.

Jabatan mufti yang disandang beliau merupakan jabatan tertinggi di bidang keagamaan dalam suatu kesultanan. Gaya dakwah Habib Idrus sangat halus dan simpatik, sangat berbeda dengan gaya gerak sejumlah ulama yang melakukan dakwah di beberapa wilayah.

4.2 Hijrah ke Indonesia
Semenjak tahun 1839 M. Hadramaut berada dalam penjajahan Inggris. Pada masa penjajahan Inggris itulah Habib Idrus bersama seorang sahabatnya, Habib Abdurrahman bin Ubaidillah (keduanya dikenal sebgai ulama yang moderat) bermaksud ke Mesir untuk mempublikasikan kekejaman Inggris dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Inggris di Hadramaut. Setelah sesuatunya dipersiapkan dengan matang dan rapi, keduanya berangkat melalui Pelabuhan Aden.

Namun di Pelabuhan Laut Merah itu rencana mereka diketahui oleh pasukan Inggris. Keduanya ditangkap, dokumennya disita dan dimusnahkan. Setelah ditahan beberapa waktu kemudian mereka dibebaskan dengan syarat, mereka tidak diperbolehkan bepergian ke negeri Arab manapun. Setelah kejadian itu Habib Abdurrahman memilih tinggal di Hadramaut, sedangkan Habib Idrus memilih hijrah ke Indonesia.

Pada tahun 1925 M. Habib Idrus kembali untuk kedua kalinya ke Indonesia. Pada mulanya beliau tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah. Pada tahun 1926 M. beliau pindah ke Kab. Jombang, disana beliau mengajar dan berdagang. Namun di penghujung tahun 1928 M. karena seringkali mengalami kerugian dalam berdagang, Habib Idrus berhenti Berdagang dan memulai mengajar.

Di tahun itu pula beliau pindah ke kota Solo. Pada tanggal 27 Desember 1928 M. bersama beberapa Habaib beliau mendirikan Madrasah Rabithah Alawiyah di kota Solo. Namun, pada akhir tahun 1929 M. Habib Idrus meninggalkan kota Solo dan hijrah ke Sulawesi.

4.3 Mendirikan Madrasah
Beliau kemudian berlayar menuju Manado. Ketika kapalnya singgah di Donggala, Habib Idrus menggunakan kesempatan itu untuk berkonsolidasi dengan komunitas Arab yang dipimpin Syekh Nasar bin Khams Al-Amri, di situ beliau mengutarakan tentang rencananya untuk mendirikan madrasah di kota Palu.

Setibanya di Manado, Habib Idrus mendapatkan pesan tentang hasil musyawarah masyarakat arab yang ada di Kota Palu mengenai pendirian Madrasah. Pada akhirnya disepakati bersama bahwa sarana pendidikan berupa gedung akan disiapkan oleh masyarakat arab Palu, sedangkan gaji guru, Habib Idrus yang akan mengusahakannya.

Pada awal 1930 M. Habib Idrus menuju kota Palu. Dan pada tanggal 30 Juni 1930 M. setelah mengurus perizinan pendirian dan surat-surat lainnya ke pemerintah Hindia-Belanda, maka, diresmikanlah Madrasah Alkhairaat di Kota Palu. Dalam perkembangannya, pengelolaan Madrasah sepenuhnya ditangani oleh Habib Idrus. Para murid yang belajar di sana tidak dipungut biaya sama sekali. Hal ini karena Habib Idrus mengadaptasi sistem pendidikan arab yang pada umumnya tidak memungut biaya kepada para muridnya. Sehingga para murid lebih fokus dalam belajar.

Habib Idrus memberikan gaji kepada para guru dan staf sekolah dari hasilnya berdagang. Habib Idrus mengajar para santrinya dengan penuh dedikasi dan profesionalitas yang tinggi. Keikhlasan dan keuletan beliau telah membuahkan hasil. Perguruan Alkhairaat waktu itu telah menghasilkan guru-guru Islam yang handal yang kemudian disebarkan ke seluruh pelosok Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.

Keberadaan perguruan Alkhairaat dan para santrinya telah berhasil membentengi kawasan Timur Indonesia dari para penginjil, yang waktu itu pada masa Hindia-Belanda ada tiga organisasi yang bertugas mengkristenkan suku-suku terasing di Sulawesi Tengah. Mereka adalah Indische Kerk (IK) berpusat di Luwu, Nederlands Zending Genootschap (NZG) berpusat di Tentena, dan Leger Dois Hest (LDH) berpusat di Kalawara.

Pada tanggal 11 Januari 1942 M. Jepang menduduki Sulawesi dan menjadikan kota Manado sebagai pusat pangkalan di Kawasan Timur Indonesia. Tidak berselang lama setelah itu, Jepang memerintahkan penutupan perguruan Alkhairaat. Selama tiga setengah tahun kependudukan Jepang, Habib Idrus tidak menyerah sedikitpun untuk mengajar para muridnya. Proses belajar mengajar tetap berlangsung meskipun secara sembunyi-sembunyi. Lokasi pembelajaran dialihkan ke Desa Bayoge, yang berjarak satu setengah kilometer dari lokasi perguruan Al-Khairaat.

Pengajarannya dilaksanakan pada malam hari dan hanya menggunakan penerangan seadanya, para muridnya datang satu persatu secara sembunyi- sembunyi. Tepat saat kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 M. Habib Idrus kembali membuka perguruan Alkhairaat secara resmi. Beliau berjuang kembali untuk mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam. Hingga selama kurun waktu 26 tahun (1930-1956 M.) lembaga yang telah dirintisnya ini telah menjangkau seluruh kawasan Indonesia Timur.

Perguruan Alkhairaat kemudian mengembangkan sayapnya dengan membuka perguruan tinggi pada tahun 1964 M. dengan nama Universitas Islam Al-Khairaat dengan tiga fakultas di dalamnya, yaitu: Fakultas Sastra, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Syariah. Dan Habib Idrus sebagai Rektor pertamanya.

Ketika terjadi peristiwa pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965 M. perguruan tinggi Alkhairaat dinonaktifkan untuk sementara. Para Mahasiswanya diberikan tugas untuk berdakwah di daerah-daerah terpencil kawasan Sulawesi. Hal ini sebagai upaya untuk membendung paham komunis sekaligus melebarkan dakwah Islam. Setelah keadaan kondusif, pada tahun 1969 M. perguruan Tinggi Al-Khairaat dibuka kembali.

Warisan besar dan berharga yang ditinggalkan Habib Idrus/Guru Tua adalah lembaga pendidikan Islam Alkhairaat. Sampai saat ini Alkhairaat telah mengukir suatu prestasi yang mengagumkan. Dari sebuah sekolah sederhana yang dirintisnya, kini lembaga tersebut telah berkembang menjadi 1.561 sekolah dan madrasah. Selain itu, Alkhairaat juga memiliki 34 pondok pesantren, 5 buah panti asuhan, serta usaha-usaha lainnya yang tersebar di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Sedangkan di bidang pendidikan tinggi, yakni universitas, Alkhairaat memiliki lima fakultas definitif dan dua fakultas administratif atau persiapan, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, dan Fakultas Kedokteran dengan 11 program studi pada jenjang strata satu dan diploma dua.

Kitab Tarikh Madrasatul Khiratul Islamiyyah karya salah seorang santri generasi pertama Habib Idrus, menyebut makna secara etimologis Alkhairaat berasal dari kata Khairun yang artinya kebaikan. Semangat menebar kebaikan itulah yang diusung Guru Tua. Beliau memancangkan tonggak Alkhairaat selama 26 tahun (1930-1956 M.).

Beliau membesarkan lembaga pendidikan yang didirikannya hingga pada akhirnya, tahun 1956 M. menjangkau seluruh wilayah Indonesia timur. Pada tahun itu pula dilaksanakan muktamar Alkhairaat yang pertama, bersamaan dengan peringatan seperempat abad Alkhairaat. Dalam muktamar itu lahirlah keputusan penting, yaitu berupa struktur organisasi pendidikan dan pengajaran, serta dimilikinya anggaran dasar. Tonggak lembaga ini sebagai sebuah institusi modern terpancanglah sudah.

Periode selanjutnya adalah masa konsolidasi ide selama sembilan tahun yakni sejak 1956 hingga 1964 M. Guru Tua memberikan kepercayaan kepada santrinya yang terpilih yang diyakininya cukup handal dan memiliki spesialisasi kajian. Murid-murid Guru Tua antara lain: KH. Rustam Arsjad, KH, Mahfud Godal, yang ahli dalam bidang ilmu tajwid dan tarikh, serta KHS. Abdillah Al-jufri yang ahli dalam ilmu sastra Arab dan adab. KH. Rustam menduduki posisi pimpinan pesantren karena keahliannya dalam bidang ilmu fiqih dan tata bahasa Arab.

Setelah Guru Tua wafat, Alkhairaat menyempurnakan diri sebagai sebuah institusi modern yaitu dengan adanya:

  1. Perguruan Besar (PB) Alkhairaat,
  2. Yayasan Alkhairaat,
  3. Wanita Islam Alkhairaat (WIA),
  4. Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA),
  5. Perguruan Tinggi Alkhairaat,
  6. lembaga ini juga memiliki surat kabar mingguan (SKM) Alkhairaat.

Kini Alkhairaat dipimpin oleh Ir.  Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo yang juga seorang pengusaha. Beliau adalah alumni lembaga pendidikan Alkhairaat di Ternate, Maluku Utara.

Habib Idrus juga berhasil membangun 420 madrasah yang tersebar di seluruh wilayah Palu. Habib Idrus tidak meninggalkan karangan kitab, namun karya besarnya adalah Alkhairaat dan murid-muridnya yang telah memberikan pengajaran serta pencerahan agama kepada umat.

Mereka para murid-murid Alkhairaat menebar di seluruh kawasan Indonesia untuk meneruskan perjuangan sang Pendidik yang tak kenal putus asa ini. Salah satu murid beliau yang melanjutkan dakwahnya adalah KH. Abdullah Awadh Abdun, yang hijrah dari kota Palu ke Kota Malang untuk berdakwah dan mendidik para muridnya dengan mendirikan Pesantren Daarut Tauhid di Kota Malang.

5. Teladan
Setiap tahun setelah hari raya Idul Fitri, persisnya 12 Syawwal, ribuan umat Islam dari berbagai daerah di kawasan Indonesia timur berduyun-duyun datang ke Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya, menghadiri acara haul (peringatan wafatnya) tokoh dan tonggak Islam di kawasan Indonesia Timur, Guru Tua Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. Di sanalah, penebar Islam asal Hadramaut yang menghabiskan separuh usianya di Indonesia itu, dimakamkan.

Masyarakat Muslim Indonesia timur memang sangat sulit melupakan perjuangan gigih dari seorang Tuan Guru Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. Semangatnya untuk menebarkan Islam ke pelosok-pelosok daerah terpencil, sangat dirasakan. Tak hanya daerah-daerah pelosok yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dan kendaraan melainkan sampai menembus daerah terpencil dengan menggunakan sampan untuk memberikan pencerahan akidah Islam dan bimbingan kepada umat Islam yang membutuhkan.

6. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah guru Habib Idrus bin Salim Al-Jufri dapat dilihat DI SINI.

7. Referensi
AlKhairaat dan Berbagai Sumber Lainnya

Artikel ini sebelumnya diedit pada tanggal 17 Januari 2023, dan kembali diedit dengan penyalarasan bahasa pada tanggal 22 Desember 2023.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya