Kejujuran Kiai Said

 
Kejujuran Kiai Said

LADUNI.ID, Jakarta - Jujur kadang menyakitkan, kadang berat melebihi beratnya memikul gunung, dan kadang menyenangkan. Apalagi menyangkut hal-hal yang dianggap aib, hal tabu, atau ironi, apalagi keburukan. Tak mudah memang untuk berani jujur. Sebab, jujur meniscayakan adanya ketulusan, hati yang bersih, mengalahkan ego diri, kesiapan diri menerima konsekwensi. Karenanya jujur adalah salah satu karakter kenabian, shidiq.

Berkatalah jujur meski pahit bahasa lain dari berkatalah kebenaran walaupun pahit. Jujur pun mengandung nilai keterbukaan sebagai nilai yang dijunjung tinggi manusia modern. Ya keterbukaan menjadikan manusia maju: terbuka menerima pengetahuan dari manapun datangnya, menerima saran dan perubahan, dan terbuka menerima suport dan doa. Tetapi jujur pasti berbuah manis.

Jujur ini dicontohkan dengan baik oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, Ketua Umum PBNU, yang melalui sesprinya M. Sofwan Erce memberi tahukan kepada publik, bahwa pada Sabtu 28 November 2020 pukul 19.30 Kiyai Said dinyatakan positif Covid-19.

Allah..saya merinding mendengarkan pemberitahuan itu. Betapa tidak? Seorang ulama besar dan punya pengikut puluhan juta umat ternyata berani jujur, tanpa ada beban, terbuka, dan memberitahukan secara lugas soal keadaannya terpapar corona. Kiyai Said, gumam hatiku, hati panjenengan terbuat dari apa sampai-sampai panjenengan berani jujur di hadapan publik, "aku positif corona"? Betapa halus dan muliyanya hati panjenegan.

Kejujuran seorang ulama dan pemimpin umat yang dibuktikan Kiai Said ini, setidaknya menurut saya, mengembalikan kepercayaan umat pada figur ulama pemimpin. Lantaran pada saat bersamaan ada seorang ulama dan pemimpin umat yang tidak berani jujur dan bahkan menutup-nutupi keadaan kesehatannya apakah positif atau negatif corona. Rupanya macan panggung, tak segarang yang dibayangkan di saat berhadapan dengan corona. Berani teriak di atas panggung, tapi tidak berani jujur.

Sikap jujur Kiai Said adalah teladan yang baik untuk diikuti para pemimpin umat yang lain. Sebab kejujuran pemimpin umat saat ini khususnya soal Covid-19 sangat penting demi kemaslahatan bagi diri, keluarga, dan umatnya yang secara intens berkomunikasi dan berinteraksi. Sehingga dengan kejujuran itu, mengantisipasi dan menghindari penyebaran covid-19,  segera isolasi mandiri, mendapatkan penanganan kesehatan yang sigap dan baik agar bisa kembali negatif dan sehat.

Sangat berbahaya sekali pemimpin umat tidak berani jujur atau bahkan menutupi kondisi kesehatannya, alih-alih terpapar Covid-19, pada saat yang sama masih berinteraksi dan berkomunikasi dengan umat. Ini akan berakibat penyebaran Covid-19 secara TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif).

Kejujuran Kiai Said direspon positif dan doa baik berhamburan terpampang di medsos, Facebook, Twitter, dan Instagram. Media massa pun memberitakan secara massif. Doa baik untuk Kiai Said menjadi viral.

Kiai Said tidak malu mengumumkan Covidnya---di samping karena itu bukan aib-- lantaran alam pikir Kiai Said adalah alam pikir pemimpin yang memprioritaskan kemaslahatan dan kebaikan bersama dan mengenyampingkan gengsi personal. Seluruh rakyat Indonesia harus sehat, umatnya harus sehat, tidak terpapar Covid-19, pada titik itulah kejujuran Kiai Said menjadi sangat relevan.

Doa untuk kesembuhan Kiai Said, agar bisa kembali keraktivitas membimbing umat dan rakyat Indonesia. NU dan Indonesia membutuhkan pencerahan dan bimbingan Kiai Said. Al-Fatihah.

Sumber : Facebook Mukti Ali Qusyairi, Ketua LBM PWNU DKI Jakarta (30 November 2020)