Komunitas Buda dari Masa Majapahit: Pewaris Ilmu Sunan Giri

 
Komunitas Buda dari Masa Majapahit: Pewaris Ilmu Sunan Giri

LADUNI.ID, Jakarta - Tradisi Wali Songo bukan hanya milik umat Islam Nusantara saja. Tapi juga komunitas-komunitas non-muslim lainnya. Seperti komunitas Buda (Hindu-Budha) dari masa Majapahit yang membangun permukiman di lereng Gunung Merapi-Merbabu, pas di era Islamisasi. Mereka dikenal sebagai salah satu komunitas yang sangat kuat tradisi literasinya.

Dalam Perpusnas Jakarta (PNRI) ada koleksi naskah Merapi-Merbabu yang merupakan sekumpulan naskah yang berasal dari lereng barat gunung Merbabu, dan masuk ke dalam koleksi Bataviaasch Genottschap sekitar tahun 1852, sebelum jadi koleksi PNRI.

Naskah Merapi-Merbabu sebagian besar ditulis menggunakan aksara Buda, di atas daun lontar. Istilah buda mengacu pada istilah masa yang dikenal sebelum masa Islam. Aksara tersebut dikenal juga dengan nama aksara gunung.

Berdasarkan penanggalan yang tercantum pada beberapa naskah berkolofon, dapat dilihat bahwa naskah-naskah di skriptorium Merbabu ditulis atau disalin antara paruh kedua abad ketujuh belas dan kuartal pertama abad kedelapan belas pada masa pemerintahan Amangkurat I (1646-1677) dengan pemerintahan Pakubuwana I (1704-1719).

Secara khusus komunitas ini mengoleksi dan menghimpun naskah-naskah pesisiran, terutama peninggalan para Wali Songo, terutama ilmunya para Wali di Giri Kedaton, Kangjeng Sunan Giri, putra dan cucunya. Bahkan menegaskan diri mereka, salah satunya, sebagai pewaris ilmunya Sunan Giri.

Dari ratusan naskah koleksi Merapi-Merbabu ini, ada bacaan mantra bernama “waris Giri” (naskah 9 L 120.6/PNRI, 10 L 165 I.1/PNRI, 2 L 167 III/PNRI), lalu dalam naskah 11 L 253 I.1/PNRI disebut mantra, ilmu dan aji “Waris Giri Kadhaton”.

Berikut sebagian pemetaan konten-konten keislaman warisan Sunan Giri dan para Wali Songo dalam koleksi naskah-naskah Merapi-Merbabu. Catatan kode koleksi naskah ini di PNRI: Kode spesifik satu naskah  ditulis dengan angka di awal untuk menunjukkan nomor peti, lalu huruf L [berarti naskah berbentuk lontar], lalu nomor naskah spesifik 1,2, dan seterusnya.

Pertama, nama-nama penyebar Islam awal di Jawa dan mengenal Allah Yang Maha Esa dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW., kitab suci al-Quran.

Kedua, pelajaran dasar ajaran-ajaran keislaman, rukun iman,  dan rukun Islam, pelajaran cara beribadah dan sembahyang.

Ketiga, pelajaran tentang doa-doa, mantra dan aji-aji, seperti tolak bala’, penangkal setan, penolak racun, sering dimulai dengan bismillah.

Keempat, membangun peradaban baru cara Wali Songo: pengenalan penanggalan Hijriyah, 245, cara menghadapi bencana (ta’bir gempa) atau fenomena alam gerhana bulan, pelajaran aksara Arab atau bahasa Arab, imajinasi politik tentang Rum, silsilah sejarah Jawa (Tapel Adam), dan pelajaran dunia maritim Nusantara.

Kelima, nama-nama penyebar Islam awal di Jawa. Beberapa naskah berisi ngelmu ajaran Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Pangeran (A) dilangu, dan Pangeran Giri (86 L 104/PNRI), ajaran tentang wirid sadat jati dan ngelmu Sunan Kalijaga (9 L 109/PNRI) yang dimulai dengan “kang rumuhun sadat jati, sadat jati kumangkeluk, kang ingaken gen, kang kinasihan, kang ingaken kekaseh”.

Naskah 9 L 109/PNRI diberi judul “Sahadat Kalimah Kalih” (dua kalimat syahadat).  Awal teks berbunyi: “Bismillahirrahmanirrahim, sirrullah rohullah, hapakane hingaranan sirrullah”. Pelajaran kalimat syahadat juga muncul dalam naskah 13 L 318/PNRI dan 9 L 198 I/PNRI, berbunyi: “Saking al lah hilakha ilahlahha Muhamad rasulullah (kutipan syahadat: “asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhamadan rasulullah”)”. Penyebutan kata “asyhadu” (ditulis: hasadu) muncul dalam 3 L 96 II/PNRI; sedangkan kata “sahadat” dalam akhir teks naskah 11 L 288/PNRI. Beberapa doa dan mantra kekebalan dan pengasihan dengan bacaan “La ilaha illallah” juga muncul dalam naskah 8 L 64 I/PNRI. Ungkapan iman dikaitakan dengan kalimat Tauhid ini juga muncul dalam naskah 14 L 223 VIII/PNRI yang diawali dengan kalimat: “hasisig, cukoking iman, hasarimi tohid [tauhid], tatali malekattihi [dari bunyi ayat Quran: “wamalaikatihi”]”. Ungkapan keimanan dikaitkan dengan pengakuan kalimat Tauhid, cara bersyahadat yang benar dan kepercayaan pada isi rukun iman, di antaranya percaya pada para malaikat dan para nabi (disebut juga dalam teks nama Nabi Sulaiman). Sementara dalam naskah 10 L 209/PNRI berisi silsilah para Nabi.

Kitab Asrar dari Giri: 10 L 245 V/PNRI  potongan Kitab Asrar: “punika carita saking kitab, hasar [Asrar] yogya kawikanana, nusa Jawa punika”, juga dalam L 155.2/peti 5,  L 217.2/peti 5 dan  L 272a.3 (cariyos saking kitab hasri).

Kidung Rumekso Ing Wengi

Mengenal Allah Yang Maha Esa, disebut Sang Hyang Tunggal, dalam L 319 V/peti 12.  Dalam naskah L 112/peti 6, di akhir teks tertulis “pari murah ka bci kansehan lan saking nugrahhanning Allah”. Dalam naskah 10 L 209/PNRI berisi silsilah para Nabi dan doa-doa, di antaranya dimulai lafaz “Ya Rahman”.  Dalam naskah 10 L 221.3/PNRI dan 10 L 165 I/PNRI ada pelajaran tentang sifat-sifat Allah “sipat nenem”, “sipat pitu”, “sipat wolu”, yang merupakan bagian dari pelajaran teologi Asy’ariyah tentang sifat 20 dalam kitab-kitab kalam as-Samarqandai, Aqaid an-Nasafi atau Ummul Barahin. Teks 10 L 221.3 dimulai: “/o/ om awighnam astu nama sidi /o/ kang kabubuhan wsi bagenda Huderis [Nabi Idris], kang kabubuhan, wada bagenda Usman [Usman bin Affan]”. Kutipan ini mengundang keingintahuan kita mengapa nama Nabi Idris dan sahabat Rasulullah, Usman bin Affan, muncul dalam teks.

Naskah 5 L 155/PNRI, awal teks “Bismillahirrahmanirrahim, nyan caritanira para nabi, kawrahana si wong anutur para nabi, para walli, sakehhing amidnger mangkaddi kang amaca”, berisi kitab Anbiya atau Caritanira para Nabi (naskah serupa terdapat dalam 5 297/PNRI; lihat juga naskah L 217/peti 5, lempir 1-33a), kitab Asrar yang berisi cerita sejarah singkat Tanah Jawa, dengan nama-nama raja dan kratonnya, tentang gerhana matahari dan bulan, ta’bir gempa (tebiran ring lindu) dan beberapa bacaan shalat.

Naskah 32 L 306/PNRI terdiri dari empat naskah. Naskah kedua berisi rapal penawar bisa, dimulai: “ana tawa sati marga tinapan jajaka tawa tinapann i rara tawa tasa saki  hAllah  tawa saking sabdani pange[ra]n ilahailahelah [la ilaha illallah] bismilahramannirahim”.

Penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW. ditandai dari adanya potongan kisah Maulid atau kelahiran Rasulullah SAW. Disertai “ngelmu sangkan paran” (asal-usul kejadian manusia) dalam naskah 4 L 67.2/PNRI.  Juga dalam naskah 8 L 63b XXXI/PNRI, ada teks wirid menyebut “Rasulullah”, dimulai dari “manikem johar ha ... komala kebar”. Kata “manikem johar” diinspirasi dari teks-teks cerita Johar-Manikam yang terkenal baik dalam bahasa Jawa maupun Melayu.

Dalam naskah 11 L 288/PNRI, tertulis di akhir teks shalawat dan salam atas junjungan Nabi SAW. seperti berikut: “nalalet takenn ing umat Nabi Mohhamad sallallahu alehi wasallam nurbuwat ya Rasululuah [Rasulullah] alehi sala[m]”.

Naskah cerita Nabi Aparas 7 L 29 I.2: “punika … Rasululah haparas mangka hana wong sawiji atakon [bertanya] ning bagendha Bubakar. Bubakar tuwan wartanahom tatkala Rasululah aparas ing ngarepane sapa muwuhi [memberi] kang kopyah saking sapa lan daweg wayah apa, lan dina punapa … ahad hinggone bumi Mekah, ing dina Sinen wulan Ramelan, amaca Kurkan [Qur’an] … lakum wa mukasiril malatapu, mangka Rasulullah salalahuwasalam apikir mangka Jabarail na kecap uya Rasulullah satuhune andikani Ngallah [Allah] kang mahka luhur amaca Jurngan [Qur’an].

Naskah 10 L 160/PNRI ada doa khusus untuk perempuan dengan barakah Sayidatina Fathimah binti Rasulullah Muhammad SAW. Awal teks “/o/ hisunn angngawruhhi kagunganni Pratimah [Fathimah], nabi Pratimah sakabehe daliyah babatukke mariyem”. Rapal untuk membangkitkan daya wanita.   

Naskah 9 L 110/PNRI berisi mantra-mantra yang dimulai dengan “bismillahirrahmanirrahim”. Naskah 13 L 289 I.1/PNRI disebut pelajaran tentang doa-doa, mantra dan aji-aji yang sering dimulai dengan lafaz “bismillah”.

Sementara dalam naskah 33 L 59 X/PNRI dan 11 L 288.3/PNRI terdapat pelajaran membaca ayat-ayat suci al-Quran, seperti ayat “Qul huwallahu ahad” dari Surah al-Ikhlas. Dalam naskah 8 L 62/PNRI terdapat amalan doa dan bacaan, yang diawali: “bis[m]ilahi, samanalah [subhanallah], haminalah [alhamdulillah], waliyalah, la ilaha ilahelah [la ilaha illallah].” Penyebutan kata “waliyalah” menunjukkan pengaruh kuat para Wali di Jawa. Sebutan serupa terdapat di awal naskah 5 297/PNRI dan 5 L 155/PNRI.

Kemudian, ada pelajaran tentang dasar-dasar ajaran keislaman, tentang rukun Islam dan rukun iman. Seperti dalam naskah  8 L 63b XVII/PNRI, ada pelajaran tentang zakat, zakat fitrah, naik haji, shalat dan puasa. Teks dimulai dari arti beriman: “holih jnengnging himan [iman] mukup, tgese tann ana hundake tingale dadi bodo”. Dalam naskah 8 L 56.4/PNRI berisi pelajaran tentang zakat, zakat fitrah dan sedekah.

Pada naskah 11 L 242 III/PNRI ada pelaran tentang cara berniat dalam ibadah, diawali dengan kalimat: “nawahetu [nawaitu] niyat, hisun …”. Di akhir teks ada lafaz niat ushalii sebelum shalat, tapi terpotong: “husali par…” [lengkapnya: “ushalli fardla-zh-zhuhri ….” dst, untuk niat Shalat Dhuhur]. Dalam naskah 28 L 353/PNRI ada pelajaran tentang tata cara wajib sembahyang yang dimulai dengan takbiratul ihram. Awal teks berbunyi: “bismillahirrahmanirrahim, punika kang parlu [fardu] takbirtulahheram [takbiratul ihram], patan prakara, karumuhwan hihram … ”.   

Pelajaran tentang ajaran-ajaran tasawuf yang diajarkan para Wali. Dalam naskah 32 L 206 II/PNRI ada pelajaran tentang tasawuf dan disebut nama “Seh Ba Yazid” atau Syekh Abu Yazid al-Bustami, salah satu tokoh sufi terkenal. Sementara dalam 9 L 86/PNRI terdapat ajaran-ajaran tasawuf, termasuk pelajaran tentang “rasa”, iman dan tauhid, seperti diajarkan melalui cerita-cerita Jatiswara.  Demikian pula ajaran suluk dan pengetahuan masalah-masalah Ketuhanan terdapat dalam naskah  32 L 134 I.4/PNRI berjudul “Suluk Asmara”.

Yuk, ngaji naskah naskah komunitas Hindu Budha ini untuk menyelami keagungan warisan para Wali di Nusantara, agar tidak punah ditelan zaman, atau diotak-atik oleh kelompok perusak sejarah Nusantara atau tukang distorsi sejarah Wali Songo.

Foto di atas adalah naskah Merapi Merbabu berjudul Seh Ba Yajid (kode 206 II.3 L 32  PNRI) berbicara ajaran tasawuf Syekh Balkhi Abu Yazid al Busthami... dimulai dengan kalimat, Om.... Bismillahirrahmanirrahim....

Barakah...

 

(KH Ahmad Baso)