Hukum dan Ketentuan Maskawin atau Mahar Menurut Islam

 
Hukum dan Ketentuan Maskawin atau Mahar Menurut Islam

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam akad nikah, mahar adalah syarat yang penting dan wajib. Di Indonesia, mahar biasa disebut dengan mas kawin. Ia adalah syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami untuk diberikan kepada calon istri.

Definisi Mahar atau Maskawin

Definisi tentang mahar dapat merujuk pada penjelasan Mustafa al-Khin dan Mustafa al-Bugha dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i sebagai berikut.

الصداق هو المال الذي وجب على الزوج دفعه لزوجته بسبب عقد النكاح.

Artinya: “Maskawin ialah harta yang wajib diserahkan oleh suami kepada istri dengan sebab akad nikah.”

Hukum Mahar

Adpaun hukum mahar ini ialah wajib, sebagaimana keterangan lanjutan kitab al-Fiqh al-Manjhaji:

الصداق واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال: كألف ليرة سورية مثلاُ، أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته، فالاتفاق باطل، والمهر لازم.

Artinya: “Maskawin hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira Syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan maskawin tetap wajib”.

Baca juga: Mahar Pertama dalam Islam dan Amalan untuk Jomblo

Mengenai kewajiban ini, terdapat dalil penysari’ahannya sebagaimana terdapat pada Al-Qur’an Surat An-Nisa sebagai berikut.

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa ayat 4).

Tujuan Diwajibkannya Mahar

Sementara itu, mengenai tujuan dari kewajiban pemberian mahar ini adalah dalam rangka menunjukkan kesungguhan (shidq) niat suami untuk menikahi istri dan menempatkannya pada derajat yang mulia.

Melalui hukum wajib inilah kemudian mahar menandakan bahwa dalam Islam, wanita merupakan makhluk yang patut dihargai dan punya hak untuk memiliki harta.

Apakah mahar ini juga perlu disebutkan saat akad nikah? Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib di halaman 234 mennerangkan bahwa:

 [ويستحب تسمية المهر في] عقد [النكاح] … [فإن لم يُسَمَّ] في عقد النكاح مهرٌ [صح العقد]

Artinya: “Disunnahkan menyebutkan mahar dalam akad nikah… meskipun jika tidak disebutkan dalam akad, nikah tetap sah.”

Aturan Nilai Mahar

Selain itu, dalam kitab yang sama juga disebutkan bahwa tidak ada nilai minimal dan maksimal dalam mahar. Ketentuan dalam mahar ini ialah segala apa pun yang sah dijadikan sebagai alat tukar. Entah berupa barang ataupun jasa, sah dijadikan maskawin. Kendati begitu, mahar disunnahkan tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Satu dirham setara dengan 2,975 gram perak.

Baca juga: Penjelasan tentang Mampu Membayar Maskawin dengan Tunai sebagai Syarat Sah Nikah

Melalui penjelasan itulah dapat kita simpulkan bahwa bahwa tidak ada ketentuan minimum tentang mahar, bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah pernah menyatakan bahwa sebentuk cincin terbuat dari besi pun bisa menjadi mahar.

Sementara itu, dalam keterangan lain juga disebutkan bahwa, Rasulullah juga menyinggung bahwa sebaik-baik perempuan adalah yang paling murah maharnya. Hal ini menunjukkan bahwa mahar bukanlah tujuan utama sebuah pernikahan, dan standarisasi nominalnya disesuaikan dengan kondisi masing-masing pihak.

Sedangkan dalam Fathul Qarib di atas disebutkan bahwa sebaiknya mahar tidak kurang dari 10 dirham, karena harga di bawah itu dianggap terlalu murah bagi seorang perempuan, dan tidak lebih dari 500 dirham, karena jika lebih dari itu akan menunjukkan kearoganan masing-masing pihak.

Bentuk Mahar

Sementara barang atau bentuk dari mahar tersebut, jika berdasarkan pada penjelasan di atas, tidak harus selalu berupa benda berharga seperti emas, uang, berlian atau sejenisnya. Melainkan, mahar juga bisa diberikan dalam bentuk jasa atau non-materil lainnya seperti bacaan Al-Qur’an dan sebagainya.

Baca juga: Inilah Alasan Nikah Syighar Dilarang dalam Agama Islam

Dengan demikian, tulisan ini merupakan penjelasan tentang definisi, hukum, tujuan, aturan dan bentuk mahar menurut agama Islam. Semoga dengan adanya tulisan semacam ini dapat memberikan pengertian dan informasi lengkap mengenai mahar atau mas kawin menurut Islam serta memberikan manfaat bagi umat Islam secara umum.

Wallahu a’lam bisshawab.

 

Sumber:

  • Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i. Surabaya: Al-Fithrah, 2000.
  • Syekh Muhammad bin Qasim. Fathul Qarib. Surabaya: Kharisma, 2000