Istri Shalehah dan Suami Shaleh dalam Pandangan KH Husein Muhammad (5)

 
Istri Shalehah dan Suami Shaleh dalam Pandangan KH Husein Muhammad (5)

LADUNI.ID, Jakarta - Isteri yang saleh tidak harus bekerja di ruang domestik, tetapi juga di wilayah publik, dalam rangka dakwah, amar ma’ruf nahi munkar. Dan ini tentu bisa dilakukan dalam segala ruang publik. Al Qur’an menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan dituntut untuk bekerjasama dan saling menolong dalam usaha-usaha perbaikan sosial :

وَالمُؤْمِنُونَ وَالمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيآءُ بَعْضٍ يَأمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَه. أولئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ. إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

“Orang-rang yang beriman, laki-laki dan perempuan, saling menjadi penolong. Mereka menyuruh mengerjakan yang maruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (buruk), mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi maha Bijaksana.(Q.S. al Taubah, 9:71).

Baca juga: Istri dan Suami Saleh Menurut KH Husein Muhammad (4)

Tampak jelas dari ayat di atas bahwa peran perempuan beriman sama dengan peran laki-laki beriman. Mereka diperintahkan untuk saling bekerjasama, saling membantu dan saling bahu-membahu dalam menciptakan kehidupan sosial yang baik.

Inti dari semua kebaikan atau kesalehan seseorang dalam kedudukan dan peran apapun dalam Islam sesungguhnya hanyalah ketaatannya kepada Allah. Dalam bahasa lain pada ketaqwaannya kepada Allah. Dengan begitu, seorang  isteri harus taat kepada suaminya, sepanjang dalam kerangka mengabdi kepada Allah dan tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, melanggar kesepakatan yang dibuat bersama dan tidak berlaku zalim. Hal ini juga berlaku bagi suami yang saleh. Suami harus taat kepada isteri sepanjang isteri menjadi pemimpin dan taat kepada Allah

Nabi saw  bersabda;

لَا طَاعَةَ لِمخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ الخَالِقِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk, ketika dia melakukan kedurhakaan kepada-Nya”. Dalam banyak ayat al Qur’an maupun hadits Nabi ditegaskan tentang haramnya menzalimi orang. Antar lain :

لَا تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ

“janganlah kalian menzalimi dan jangan pula mau dizalimi’.

Baca juga: Istri Shalihah dalam Pandangan KH Husein Muhammad (3)

Hadits Nabi juga menyatakan :

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى فَلَا تَظَّالَمُوا

“Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas Diri-Ku, maka janganlah kalian saling menzalimi”.

Nabi saw juga mengatakan :

لَيْسَ بِخِيَارِكُمْ مَنْ ضَرَبَ إِمْرَأَتَهُ

“Bukanlah suami yang baik, yang saleh, jika dia memukul isterinya”.

Baca juga: Istri Shalihah dalam Pandangan KH Husein Muhammad (2)

Rasulullah saw, sebagai panutan umat Islam menurut isterinya, Siti Aisyah bint Abu Bakar, tidak pernah memukul isterinya maupun teman kerja di rumahnya. Siti Aisyah mengatakan :

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ أِمْرَأَةً وَلاَ خَادِماً قَطُّ

  “Rasulullah tidak pernah memukul perempuan manapun dan tidak pula teman yang membantu pekerjaan rumahnya”.

Bersambung lagi. Bernafas dulu.

 

(KH Husein Muhammad)