Nasihat Mbah Moen pada Peter Sanders

 
Nasihat Mbah Moen pada Peter Sanders

LADUNI.ID, Jakarta - Gambar ini adalah foto KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz (wafat pada 24 Januari 2014) dan KH. Maimoen Zubair (wafat pada 6 Agustus 2019).

Peter Sanders, fotografer Inggris, beruntung pernah sowan beliau berdua dan memotretnya dari jarak dekat. Sanders memang keren, dia berkeliling dunia dan sowan kepada para gunung (mountains), sebutan yang pas buat para ulama yang dikenal menonjol dalam keilmuan dan ketinggian derajat ruhani.

Kedua foto Mbah Sahal dan Mbah Moen menurut saya magnetik. Oleh Sanders foto keduanya dimuat dalam buku fotografis karyanya, Meeting With Mountains.

Ketika di Indonesia, dia mengunjungi lima "Gunung". KH. Makhtum Hannan Cirebon, KH. Sahal Mahfudh Pati, KH. Anwar Mansur Kediri, dan KH. Maimoen Zubair. Satu lagi saya lupa. Jepretannya bagus. Di fesbuk ini saya tampilkan jepretan Sanders kepada Mbah Sahal, Mbah Moen dan Mbah War. Pancaran wajah-wajah "Para Gunung" yang mempesona. Auranya kuat. Kharismatik.

Ketika Mbah Moen wafat, Sanders mengunggah hasil jepretan terhadap wajah ulama kharismatik asal Rembang itu, di laman fesbuknya.

Foto Mbah Moen tersebut juga diletakkan Sanders pada halaman yang bersebelahan dengan foto KH. Sahal Mahfudz dalam "Meeting with Mountains". Keduanya, sebagaimana saya tulis di atas, merupakan dua dari lima "gunung" asal Indonesia dalam buku tersebut.

Saya kira nasihat Mbah Moen kepada Sanders sangat relevan, apalagi melihat keadaan akhir-akhir ini. Berikut ini terjemahan bebasnya, sebagaimana saya kutip dari statusnya Gus Muhammad Rodlin Billah, Ketua PCI NU Jerman, Agustus silam:

Orang yang Melihat Jauh ke dalam Jiwaku

Salah seorang ulama dari gugusan kepulauan Melayu, Kyai Maimun, berusia 85 tahun saat saya memotretnya. Pondok Pesantren Al-Anwarnya, yang memiliki sekitar tiga ribu santri, telah dikunjungi oleh banyak guru spiritual/masyayikh dari sekitar Hijaz dan Hadramaut, beberapa diantaranya ditampilkan dalam buku ini.

Kyai Maimun percaya akan penghormatan atas nilai-nilai kebijaksanaan yang diajarkan oleh semua agama, (yaitu) kebijaksanaan yang telah memberikan kemanusiaan sebuah makna serta kelekatan lintas zaman. Menurutnya, penurunan nilai-nilai spiritual pada masa-masa modern adalah sebuah kerugian besar dalam kehidupan manusia. Nilai-nilai seperti menyayangi dan melayani orang lain tergantikan dengan menyayangi diri sendiri dan kesejahteraan (pribadi), yang pada gilirannya menyebabkan meningkatnya kekerasan baik kepada ras manusia itu sendiri dan bumi kita.

"Satu dari beberapa tanda bila Hari Akhir sudah dekat," ia menambahkan, "ialah pengajaran Kitab Suci yang Empat [teks-teks utama agama Abrahamik: Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an] lambat laun diangkat dari kehidupan manusia." Cara untuk mengatasinya, ia menjelaskan sambil menatap dalam-dalam kedua mataku untuk memastikan aku paham, ialah menenggelamkan diri dalam nilai-nilai kebijaksanaan yang diajarkan oleh agama-agama tersebut, juga mempraktekkan etika tanpa pamrih dan belas kasih sebagai buah dari ajaran-ajarannya.

***

Bagi saya keduanya adalah paku bumi Nusantara. Setelah Mbah Sahal kapundut, dalam kurun satu tahun berikutnya, banyak sekali para ulama NU yang wafat (saya pernah mencatat nama-nama ulama NU yang wafat setelah kapundutnya Mbah Sahal di salah satu status).

Dan, setelah Mbah Moen wafat, dalam kurun setahun, tidak terhitung pula banyaknya ulama NU yang wafat. Bahkan Bani Zubair, Sarang Rembang, yang selama hampir seabad terakhir menonjol dalam reputasi keilmuan, telah  kehilangan generasi terbaiknya juga dalam kurun setahun: Mbah Moen, kakek; Kiai Majid Kamil Maimoen, putera; dan Gus Robah Abdullah Ubab, cucu.

Ya Allah....


Sumber: Rijal Mumazziq Z