Kisah Sang Kiai Ningrat Pembawa Tongkat

 
Kisah Sang Kiai Ningrat Pembawa Tongkat

LADUNI.ID, Jakarta - Ketika itu, warga sekitar dan para Santri merasa resah. Setiap kali warga dan para Santri hadir pada saat acara tertentu yang digelar di Masjid, lebih-lebih pada waktu Sholat Jum'at, selalu saja ada sandal yang hilang. Padahal masjid tersebut berada dalam pengawasan seorang Kiai hebat (kasyaf).

Apa Kiai tidak tahu? Tidak mungkin Kiai tidak tahu, tentunya tahu?! Jika tahu kenapa Kiai diam?! Begitulah pertanyaan yang terlintas di dalam rata-rata benak warga sekitar dan para Santri.

Penyelesaian masalah yang dilakukan oleh hamba Allah yang luas ilmu Agamanya tentu berbeda dengan cara penyelesaian masalah yang dilakukan oleh orang awam. Seorang Kiai yang berada ditaraf ahli hakikat dan dekat dengan Allah (Waliyullah) tidak mungkin segegabah itu mensikapi masalah. Terlebih dahulu melaksanakan istikharah (memohon petunjuk) dan sangat berhati-hati (Wira'i) dalam bersikap adalah ciri khas gaya hidup para Kiai terpilih.

Singkat cerita, tanpa sepengetahuan warga dan para Santri. Sang Kiai meluangkan waktu menemui salah satu preman yang paling berpengaruh di antara preman lainnya. Si preman pun hatinya berbunga-bunga, walau sebenarnya juga merasa takut, khawatir, canggung dan dengan sendirinya salah tingkah. Kiai hebat kok kerso menemui pendosa! Pikirnya.

Maksud kedatangan Sang Kiai menemui preman tersebut adalah meminta si preman untuk ikut terlibat menjaga keamanan Masjid, sehingga orang-orang yang datang di Masjid merasa tidak terganggu oleh tangan-tangan jahil. Kontan si preman kaget, manusia mana yang tidak merasa GR jika Kiai besar menaruh kepercayaan pada dirinya. Spontan preman tersebut menyanggupi dan penuh suka rela akan mengemban dawuh amanah Kiai.

Berjalannya waktu setiap acara besar yang digelar di masjid dan khususnya pada waktu sholat Jum'at, preman tersebut selalu datang untuk mengawasi seluruh aktifitas yang ada di halaman Masjid. Sehingga kasus hilangnya sandal tidak pernah lagi terjadi semenjak preman tersebut aktif menjadi keamanan Masjid. Warga sekitar dan para Santri merasa lebih nyaman tidak lagi was-was seperti sebelumnya.

Ketika itu, saat jama'ah menunaikan Sholat Jum'at. Si preman sedang dalam keadaan serius mengamati sendal-sendal yang berjajar, terbesit pertanyaan dalam benaknya. Mosok preman sekelas aku kok remeh-temeh jagain sandal. Apa ini? Mending anak buahku saja. Katanya!

Lalu preman tersebut menemui Sang Kiai, intinya meminta Sang Kiai sehingga mengijinkan teman-teman premannya lainnya menjadi keamanan Masjid. Sang Kiaipun mengiyakan.

Rupanya, dibalik aktifitasnya selama menjadi keamanan Masjid, preman kelas kakap tersebut terketuk hatinya, tersirami jiwanya, terpanggil nuraninya sehingga ingin bertaubat dan ingin menunaikan sholat sebagaimana orang-orang yang datang ke Masjid.

Lalu dia aktif datang ke Masjid, tidak sebagai keamanan Masjid, tapi sebagai pendosa yang benar-benar telah bertaubat dan merindukan sosok seorang Guru kehidupan yang bisa dijadikan suri tauladan.

Anehnya, preman-preman yang menjadi pengganti fungsinya sebagai keamanan, merasakan hal yang sama persis dengan yang dia rasakan. Preman-preman itupun terpanggil untuk bertobat secara massal, bahkan dengan sepenuh jiwa raga berkhidmah pada Sang Kiai sampai ajal datang.

Begitu hebatnya Kiai tersebut. Beliau menundukkan jiwa-jiwa yang gelap dengan kearifan dan sikap bijak. Diam-diam mendoakan mereka yang tersesat sehingga meraih hidayah dan menemukan pintu-pintu taubat. Dan beliau adalah Kiai As'ad, Sang pembawa tongkat!!!

"Yaa ALLAH, Muliakanlah Ahli Baitnya Serta Seluruh Santri-santrinya Dengan Berbagai Kemuliaan Yang Hanya Engkau Saja Yang Mampu Menakar-Nya, Aaminn"