Cara Hidup Agar Bisa Meraih Husnul Khotimah

 
Cara Hidup Agar Bisa Meraih Husnul Khotimah

LADUNI.ID, Jakarta - Seorang yang bersuluk di jalan Allah, akan selalu bersikap waspada terhadap makar setan dengan selalu meminta perlindungan kepada Allah; dan disisi lain selalu yaqin Alloh punya Irodah, dan tidak henti-hentinya berharap akan kemurahan rahmat Allah dalam segala hal. Adanya Irodah Allah, membawa pada pengertian bahwa kalau pada hari ini seseorang beramal yang kelihatannya baik, belum tentu dia bisa bertahan sampai akhir hayat, kalau ada Irodah Alloh. Seorang yang hari ini pelaku maksiat belum tentu di akhir hayatnya, terus begitu, bahkan bisa saja didekatkan dengan amal-amal kebaikan dan husnul khatimah. Hal seperti ini sudah banyak i’tibar dan contohnya dalam kehidupan.

Rosulullah memperkuat ini dengan sabdanya yang diriwayatkan Imam Muslim, begini: “Sesungguhnya kalbu-kalbu keturunan Adam berada “baina ishba`ini min ashobi`ir Rahman”, laksana satu hati, Allah membolak-balikannya sesuai kehendakNya.” Kemudian beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatan-Mu.” (HR. Muslim, No. 4804, kitab Al-Qodar)

Demikian pula, ajal adalah Irodah Alloh, kapan Dia berkehendak, tidak bisa diakhirkan dan tidak bisa dipercepat, kecuali melalui kehendak-Nya, atau dengan idzin-Nya. Akhir kehidupan seorang adalah tidak lepas dari Irodah Alloh. Dari sudut ini, ada segi yang tidak bisa ditolak, diluar upaya-upaya manusiawi karena ada Irodah Alloh; akan tetapi juga ada segi yang bisa diihtiarkan, karena ada petunjuk-petunjuk dari Kanjeng Nabi, yang tidak boleh dilupakan

Pada bagian ihtiar itu, seorang pesuluk di jalan Alloh, hajat mengerti dan mencari ilmu yang diberikan Kanjeng Nabi Muhammad, agar seorang mukmin, bisa berakhir khusnul khotimah. Jenis ihtiar agar khusnul khitimah adalah banyak, dan salah satunya adalah melalui melanggengkan ta`awudz dan membaca 3 ayat, berdasarkan apa yang disebutkan oleh Nabi Muhammad, di bawah ini:

“Barangsiapa tatkala pagi membaca “A`udzubillahis Sami`il `Alim Minasy Syaithonir Rojim”, dan (kemudian) membaca tiga ayat di akhir surat Al-Hasyar, Allah mewakilkan dengannya 70 ribu malaikat yang mendoakannya sampai sore. Dan apabila dia mati pada hari itu dia (dihitung) mati syahid; dan apabila dia membacanya ketika sore maka dia ada dalam manzilah itu.” (HR. Tirmidzi, No. 3090, versi dalam syarah Tuhfatul Ahwadzi).

Hadits dalam riwayat Tirmidzi, diberi nomor yang berbeda-beda. Pada cetakan Tuhfatul Ahwadzi Syarhu Jami`it Tirmidzi, susunan al-Hafizh Abul Ali Muhammad Abdurrahman bin Abdur Rohim al-Mubarakfuri (diberi No. 3090), pada bab “Abwabul Qur’an (bab ke-22)”, juz VIII: 240. Sedangkan dalam cetakan syarah Tirmidzi berjudul Al-`Urfusy Syadzi Syarhu Sunanit Tirmidzi yang disusun Al-Muhaddits al-Kabir Anwar Syah Ibnu Mu`azham Syah al-Kasmiri, diberi No. 2922 (bab-22, juz IV: 211, versi Daru Ihya at-Turats al-Arabi, Beirut, 2004/1425). Dalam syarah Ibnul Arobi al-Maliki, Aridhatul Ahwadzi, tidak diberi numor (dan ada pada jilid XI: 42, versi Darul Kutub al-Ilmiyyah).

Pada hadits di atas ada kata “sab`ina alfa malakin yusholluna”, Al-Mubarokfuri memaknainya, dengan: “Mereka mendoakan bitaufiqil khoir, atau menolak keburukan, dan memintakan ampun untuknya” (Tuhfatul Ahwadzi, VIII: 240).

Imam Tirmidzi (Abu Isa) berkomentar di akhir hadits itu, bahwa ini “hadits hasan gharib”. Dalam Jam’ul Jawami’ yang disusun Imam as-Suyuthi, yang menyebut hadits ini pada No. 2252/4056, menyebut diriwayatkan Ibnu Sunni. Sedangkan pada catatan kaki, oleh Muhaqqiq di kitab Jam’ul Jawami’, hadits ini disebut juga diriwayatkan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir, dan dalam Musnad Ahmad, dengan jalan sahabat Ma’qil bin Yasar.

Dari hadits di atas dapat difahami bahwa yang membaca terus taawudz itu diikuti 3 ayat terakhir surat Al-Hasyr pagi dan sore secara langgeng, memiliki manzilah, dihitung mati syahid, ketika ia diwafatkan pada hari ketika membaca itu. Dengan demikian, orang yang melanggengkan membaca ini, termasuk orang yang berihtiar agar dihitung yang demikian.

Pada bagian “mati syahid” mengandung pengertian, bahwa ada orang-orang yang mati syahid menurut kehendak Alloh, selain syahid di medan tempur. Hal ini dibenarkan oleh beberapa hadits yang menyebutkan soal ini, di antaranya: “Orang yang mati syahid ada lima, (yaitu): “Orang yang (mati) terkena penyakit tha’un, sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang terkena reruntuhan dan orang yang syahid di jalan Allah” (HR. Bukhari, 2674-Muslim-1914, dari Abu Hurairah). Akan tetapi dalam hadits-hadits lain, disebut lebih dari 5 macam ini.

Memiliki ta`awudz adalah salah satu jalan pesuluk di jalan Alloh dan mengikuti Kanjeng Nabi. Dengan ta`awudz berarti menyandarkan diri kepada Alloh dari makar setan, yang selalu mencari jalan mengganggu melalui hawa nafsu ataupun inspirasi-inspirasi. Ta`awudz dan 3 ayat dalam akhir surat al-Hasyr dengn redaksi di atas, telah dimasukkan dalam Ratib al-Athasy, sehingga pengamal ratib ini tercakup dalam hadits di atas. Sedangkan 3 ayat terakhir dari surat Al-Hasyr, dengan taawudz yang redaksinya berbeda, tercakup dalam susunan Wirdul Lathif.

Mereka yang tidak mengamalkan Ratib al-Athasy, tentu dapat mengambil manfaat dari ta`awudz di atas, sesuai dengan redaksi hadits di atas, bahkan hanya dengan membaca sekali diiringi 3 ayat di akhir surat Al-Hasyr; dan bisa ditambahkan di wirid pagi dan sorenya. Sebab memohon perlindungan kepada Alloh dalam semua keadaan dan maqom, adalah kesadaran yang mutlak dimiliki seorang pesuluk. Dan ta`awudz dengan model redaksi demikian, disertai 3 ayat itu, memiliki hikmah yang besar sekali, seperti disebutkan dalam hadits itu. Wallohu a’lam.

Tiga ayat terakhir dari surat Al-Hasyr adalah demikian:

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (22)

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23)

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (24)


*) Oleh Kiai Nur Kholik Ridwan, Pembina Yayasan Bumi Aswaja Yogyakarta dan pengasuh PP Bumi Cendekia, Gombang, Yogyakarta.