Biografi Anregurutta KH. Daud Ismail, Pemimpin Pesantren As’adiyah Sulawesi Selatan (1953-1961)

 
Biografi Anregurutta KH. Daud Ismail, Pemimpin Pesantren As’adiyah Sulawesi Selatan (1953-1961)
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Menjadi Pengajar
3.2  Masa Penjajahan
3.3  Menjadi Kadhi
3.4  Menjadi Pemimpin Pesantren
3.5  Mendirikan Pesantren

4.    Karya-Karya
5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Gurutta Daud Ismail lahir di Cenrana, Lalabata, Soppeng pada tahun 1907 M., beliau merupakan putra dari pasangan H. Ismail dan Hj. Pompola.

1.2 Wafat
Anregurutta Daud Ismail memimpin Pondok Pesantren YASRIB hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal dunia pada usia 99 tahun pada Senin, 21 Agustus 2006, sekitar pukul 20.00 WITA, setelah dirawat selama tiga pekan di Rumah Sakit Hikmah, Makassar.

Saat wafat, beliau masih menjabat sebagai Kadhi di Kabupaten Soppeng dan pernah menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Soppeng pada tahun 1993-2005.

Atas permintaan almarhum, jenazah akan dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Yasrib Watansoppeng, Kabupaten Soppeng, tempat kelahirannya. Ziarah di Makam Anregurutta KH. Daud Ismail, Pendiri Pesantren Yasrib Soppeng, Sulawesi Selatan

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Gurutta Daud Ismail  memulai pendidikan awalnya dimulai di bawah bimbingan orang tuanya di rumah, khususnya dalam mempelajari Al-Qur'an. Selanjutnya, beliau melanjutkan pendidikannya ke berbagai pesantren di Sengkang, di mana beliau belajar dari berbagai ulama terkemuka di wilayah tersebut.

Gurutta Daud Ismail merupakan individu yang memiliki semangat belajar yang kuat sejak masa kecilnya. Meskipun tidak mendapat pendidikan formal yang terstruktur, beliau mampu belajar secara otodidak untuk menguasai aksara Lontara dan Latin. Namun demikian, beliau juga sangat menghargai pentingnya belajar dari orang lain, sehingga beliau aktif menimba ilmu dari berbagai guru, baik di wilayah asalnya di Soppeng, Kabupaten Soppeng, maupun di Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Antara tahun 1925 hingga 1929, Daud Ismail mengalami periode penting dalam pembelajarannya. Beliau mengikuti pelajaran kitab Qawaid di Lapasu Soppeng Riaja, yang terletak sekitar 10 kilometer dari Mangkoso dan 40 kilometer dari Kota Pare Pare. Di sana, beliau belajar di bawah bimbingan seorang ulama terkemuka bernama Haji Daeng. Selama masa tersebut, Gurutta Daud Ismail juga belajar dari seorang ulama lainnya yang bernama Qadhi Soppeng Riaja, yaitu H. Kittab. Keputusannya untuk mengikuti pelajaran di tempat-tempat tersebut menunjukkan dedikasi dan ketertarikannya yang mendalam terhadap ilmu pengetahuan dan agama.

Pada tahun 1930, Gurutta Daud Ismail kembali ke Sengkang untuk belajar di Pesantren Bugis yang didirikan oleh AnreGurutta H. Muhammad As'ad, yang diberi nama Al-Madrasatul Arabiyah Al-Islamiyah (MAI). Beliau merupakan salah satu dari santri angkatan II setelah AnreGurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle.

Selama belajar di Sengkang, Gurutta Daud Ismail mengalami kemajuan pesat dalam pemahaman ilmu agama, terutama dalam ilmu Qawaid, Arudh, Ushul fiqih, Mantiq, dan lain-lainnya. Hal ini disebabkan oleh metode pengajaran yang lebih maju yang diterapkan oleh AnreGurutta H. Muhammad As'ad, yang berbeda dengan metode sebelumnya yang beliau terima. Dengan demikian, santri-santri di bawah bimbingan H. Muhammad As'ad dapat dengan cepat menguasai materi yang diajarkan.

Gurutta Daud Ismail sangat terkesan dengan dedikasi AnreGurutta H. Muhammad As'ad dalam mengajarkan ilmu Arudh, yang dilakukan setelah Shalat Isya hingga larut malam, bahkan terkadang sampai sekitar jam satu malam. Namun, Gurutta Daud Ismail hanya diajarkan ilmu Arudh ini selama satu malam saja. Keesokan harinya, beliau langsung diberi kitab untuk dipelajari sendiri.Top of Form

2.2 Guru-Guru
1. H. Ismail (ayah),
2. H. Daeng,
3. H. Kittab,
4. AnreGurutta H. Muhammad As'ad.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
AnreGurutta Haji (AGH) Daud Ismail adalah salah satu pejuang dakwah Islam terkemuka di tanah Bugis, Sulawesi Selatan. Beliau adalah salah satu arsitek pendirian Datud Da’wa wal Irsyad (DDI) bersama Gurutta Abdurrahman Ambo Dalle, AGH. Muhammad Abduh Pabbajah, dan ulama-ulama Sunni lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai ulama tafsir yang berhasil menerjemahkan Al-Qur'an sebanyak 30 juz ke dalam bahasa Bugis.

3.1 Menjadi Pengajar
Setelah belajar langsung dari AnreGurutta H. Muhammad As'ad di Sengkang, Gurutta Daud Ismail ditugaskan untuk mengajar di tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, sementara tetap belajar dari AnreGurutta As'ad. Pada waktu itu, belum ada tingkat Aliyah. Sejak saat itu, beliau mulai dikenal sebagai Gurutta Daud Ismail, sebuah panggilan kehormatan setingkat di bawah Anre Gurutta.

Gurutta Daud Ismail dan Anregurutta As'ad membentuk tim pengajar di mana Anregurutta As'ad tidak lagi langsung mengajar santri baru, melainkan hanya berinteraksi dengan beberapa santri senior. Santri senior ini kemudian menjadi pengajar bagi santri yang lebih junior sesuai dengan tingkat kelas masing-masing.

Gurutta Daud Ismail adalah salah satu santri yang sangat disayangi oleh Anregurutta As'ad, terbukti dari pengawasan ketat yang diberikan padanya. Beliau tidak diperbolehkan meninggalkan pesantren, bahkan saat mengalami masa sulit ketika harus pergi dari Sengkang.

3.2 Masa Penjajahan
Pada tahun 1942, saat perang dunia II pecah, Gurutta Daud Ismail mengalami masa sulit dan terpaksa meninggalkan Sengkang untuk kembali ke kampung halamannya di Soppeng. Salah satu cobaan berat yang beliau alami pada saat itu adalah kepergian istri pertamanya ke rahmatullah.

Pada tahun 1942-1943, Gurutta Daud Ismail diminta mengajar di Al-Madrasatul Amiriyah Watang Soppeng, menggantikan Sayyed Masse, dan diangkat sebagai Imam Besar (Imam Lompo). Namun, beliau kemudian memutuskan untuk meninggalkan perguruan tersebut karena pembatasan gerakannya oleh tentara Jepang (Nippon) dan keterlibatannya dalam latihan menjadi tentara Jepang (PETA).

3.3 Menjadi Kadhi
Pada tahun 1942, Daud Ismail diangkat sebagai Imam Besar di Lalabata, Kabupaten Soppeng, sambil mengajar di sebuah madrasah. Beliau juga menjadi guru pribadi bagi keluarga Datu Pattojo pada tahun 1944. Berkat pengetahuannya yang luas, beliau diangkat sebagai Kadhi di Kabupaten Soppeng pada tahun 1947, jabatan yang dipegangnya hingga 1951. Antara tahun 1951-1953, beliau bekerja sebagai pegawai di bidang kepenghuluan di Kantor Departemen Agama Kabupaten Bone. Sejak saat itu, beliau sering disapa sebagai Anregurutta.

3.4 Menjadi Pemimpin Pesantren
Setelah kepergian Anregurutta As'ad pada tahun 1952, Anregurutta Daud Ismail diminta oleh pemuka masyarakat Wajo dan sesepuh Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) untuk membina kembali madrasah yang ditinggalkan oleh Anregurutta Muhammad As'ad di Sengkang. Pada tahun 1953, nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) diubah menjadi Madrasah As'adiyah sebagai penghormatan kepada Anregurutta M. As'ad.

Anregurutta Daud Ismail kembali ke Sengkang sesuai wasiat Anregurutta As'ad untuk memimpin MAI, meskipun itu berarti meninggalkan status pegawai negerinya. Meski hanya memimpin MAI Sengkang selama 8 tahun, beliau kembali ke Soppeng karena desakan masyarakat setempat dan merasa telah ada kader ulama yang bisa menggantikannya.

3.5 Mendirikan Pesantren
Setelah meninggalkan Sengkang pada tahun 1961, Anregurutta Daud Ismail kembali ke Soppeng dan mendirikan serta memimpin Yayasan Perguruan Islam Beowe (YASRIB). Pada tahun 1967, beliau membuka Madrasah Muallimin. Selain itu, beliau juga kembali diangkat sebagai Qadhi di Soppeng untuk kedua kalinya pada masa ini.

4. Karya-Karya
Suku Bugis di Indonesia sangat menganut agama Islam dan mengandalkan Al-Qur'an dalam kehidupan agama mereka, sehingga tafsir Al-Qur'an sangat penting bagi mereka. Anregurutta Daud Ismail menciptakan sebuah tafsir Al-Qur'an dalam bahasa Bugis untuk memudahkan masyarakat Bugis dalam memahami ajaran agama Islam, serta untuk mempertahankan aksara Lontara, abjad tradisional bahasa Bugis.

Anregurutta Daud Ismail menulis beberapa karya, seperti:
1. Ashshalatu Miftahu Kulli Khaer
2. Carana Puasae", dalam bahasa Bugis.
3. Tafsir dan Tarjamah Al-Qur'an 30 Juz dalam bahasa Bugis.

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: asadiyahpusat.org

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya