Kiai Muzakki Batokolong, Sang Petapa Berkaromah Tinggi

 
Kiai Muzakki Batokolong, Sang Petapa Berkaromah Tinggi

LADUNI.ID, Bangkalan - Kampung Batokolong adalah sebuah tempat yang terletak di desa Sen-asen, Kecamatan Konang, Bangkalan, merupakan tempat khalwat salah satu ulama besar Madura Barat di masanya itu. Ulama tersebut adalah Kiai Muzakki.

“Kiai Muzakki ini adalah seorang yang sepanjang hidupnya selalu berkholwat. Beliau berasal dari Tamba’ Agung Sukolilo, Labang. Batukolong merupakan tempat sewaktu-waktu beliau mengasingkan diri dari hiruk-pikuk dunia,” terang Ustadz Muhsin, salah satu keturunan dari Kiai Muzakki, sebagaimana dikutp Laduni.id dari laman matamaduranews, beberapa waktu lalu.

Kiai Muzakki, berdasarkan riwayat turun-temurun, memiliki kendaraan berupa ular besar. Ular itulah yang membawanya pulang pergi Tamba’ Agung-Batokolong, lewat bawah tanah. Bahkan menurut Ustadz Muhsin, di sekitar tempat kholwatnya di Batokolong, masih ada tanda berupa lubang besar dan batu bekas kaki Kiai Muzakki. Karena seringnya berkhalwat di kampung itu Kiai Muzakki dikenal dengan sebutan Kiai Batokolong.

Selain itu, Ustadz Muhsin juga menambahkan, banyak sekali cerita luar biasa (khariqul adah) tentang Kiai Muzakki yang masih sering disampaikan dalam setiap peringatan haul beliau dan sesepuh Batokolong. Kisah yang menunjukkan karomahnya sebagai insan yang dekat dengan Sang Kuasa.

“Ya, memang banyak kisah karomah Kiai Batokolong yang diriwayatkan secara turun-temurun dan masyhur di antara keturunan dan masyarakat daerah sini,” terang Muhsin.

Menurut cerita Ustadz Muhsin, yang disebutnya bersumber pada Ustadz Tolhah Sirajuddin (salah satu familinya), pernah di suatu saat Kiai Muzakki membangun mushalla. Namun ia sedang tidak mempunyai makanan apapun yang bisa diberikan kepada para pekerja. Kemudian saat itu Kiai Muzakki mengambil sebuah batu hitam.

“Batu hitam itu kemudian dipecahkan beliau dihadapan banyak orang kala itu. Dan dengan izin Allah, setiap pecahan batu hitam itu berubah  menjadi makanan yang lezat. Sehingga bisa disuguhkan kepada para pekerja,” kisahnya.

Pada hari lainnya, Kiai Muzakki mencoba salah satu putranya yang dikenal sakti, yaitu Kiai Matlab. Keduanya bermain semacam petak umpet. Permainan pun dimulai dengan lebih dulu mencari persembunyian kiai Matlab. Tapi dengan mudah Kiai Muzakki menemukan tempat persembunyian putranya itu,  yang ternyata bersembunyi di mulut kendi.

Selanjutnya, giliran Kiai Muzakki yang bersembunyi. Namun, meski susah payah sang anak tidak dapat menemukan persembunyian ayahnya itu, walaupun Kiai Muzakki sudah memanggilnya berulang-ulang. “Kiai Matlab masih saja kebingungan, hingga akhirnya Kiai Muzakki menujukkan persembunyiannya. Dan ternyata beliau berada di daun telinga Kiai Matlab,” kata Ustadz Muhsin.

Riwayat Hidup

Kiai Muzakki lahir Tamba’ Agung, Sukolilo, Labang. Namun karena sering berkhalwat di desa Sen-asen, beliau lebih sering berada di sana. Bahkan dikisahkan wafat di sana. Masa kehidupan Kiai Muzakki diperkirakan paruh kedua kurun 1700-an. Hal itu didasarkan pada riwayat perjumpaan antara Kiai Muzakki dan Ke’ Lesap yang pernah menguasai Sumenep di 1749-1750.

“Ceritanya Ke’ Lesap pernah minta kelapa muda kepada Kiai Muzakki. Kemudian Kiai Muzakki meminta sebuah pohon kelapa supaya merunduk. Lantas pohon itu benar-benar merunduk, sehingga  Ke’ Lesap dengan mudah  mengambil kelapa mudanya dan meminum airnya,” terang Ustad Muhsin.

Berdasarkan catatan keluarga Bani Batokolong yang disampaikan Ustadz Muhsin, Kiai Muzakki disebut sebagai putra Kiai Abdul Azhim. Ibunya disebut bernama Masdalikah, dari Mesir. Konon, Kiai Abdul Azhim sebelumnya mondok di tanah Arab. Masdalikah itu merupakan putri gurunya. “Dari pernikahan itu lahirlah Kiai Muzakki dan Kiai Muharram,” imbuh Muhsin.

Kiai Abdul Azhim, ayah Kiai Muzakki adalah salah satu putra dari Nyai Selase, Petapan, Labang. Nyai Selase adalah putra Kiai Abdullah dengan Nyai Kumala binti Sunan Cendana, Kwanyar. Sehingga dari silsilah itu Kiai Muzakki memiliki sambungan nasab pada dua tokoh agung Wali Songo; Kangjeng Suhunan Ampel dan Kangjeng Suhunan Giri.

“Kiai Abdullah, ayah Nyai Selase adalah putra Kiai Khathib Pesapen bin Pangeran Khothib Mantu Madegan. Khothib Mantu adalah putra Sunan Kulon bin Sunan Giri. Sedang Nyai Kumala, ibu Nyai Selase adalah putri Sunan Cendana, cucu Sunan Drajat bin Sunan Ampel dari jalur pancer,” jelas Muhsin.

Kisah Hidup dan Wafatnya

Sebagaimana yang disebut di muka, Kiai Muzakki dikenal dengan kebiasaannya berkhalwat. Kebiasaan ini dijalani beliau dengan istiqomah.

Meski begitu, di balik keshalihannya dan karomah yang dimiliki, tidak sedikit orang bahkan dari kalangan kiai waktu itu yang menganggapnya sesat. Bahkan lebih dari itu ada yang menilai sang Kiai telah kafir. Tuduhan sesat dan klaim kafir itu konon dikarenakan Kiai Muzakki mempraktekkan kehidupan yang istilahnya mengundang kontroversial, yaitu memiliki lebih dari empat istri. Di mana hal itu dihukum haram menurut ijma madzhab empat.

Mendapat tudingan demikian, seperti yang dikatakan Ustadz Muhsin, kiai Muzakki berujar: “jika saya meninggal, tolong makamkan tepat di bawah pohon besar. Ketika menggali tanah kalian mendapati akar pohon tersebut, maka saya memang sesat. Namun jika tidak mendapati akar, maka saya masih dalam keadaan Islam dan Iman”.

Dan benar, atas izin Allah, ternyata, saat penggalian tanah kuburan itu tidak didapati akar sebagaimana ucapannya.

Ada kejadian aneh juga yang terjadi pada saat janazah Kiai Muzakki berangkat dari desa Sen Asen menuju ke pemakaman Sunan Dalem Kolak, di Sukolilo. Kala itu iring-iringan jenazah berangkat setelah  shalat Ashar.

“Anehnya, jenazah sudah sampai di Sukolilo sebelum Maghrib tiba, dan itu bukan hal yang normal. Menurut cerita, saat itu seakan-akan matahari berhenti dan tidak bergerak sampai janazah tiba di kompleks pemakaman Sunan Dalem Kolak,” cerita ustadz Muhsin.

Bahkan, Konon saat di sepanjang perjalanan terdengar suara Kiai Muzakki di dalam keranda mengucapkan salam pada setiap orang-orang yang kebetulan lewat di area tersebut.