Biografi KH. Bisri Syansuri

 
Biografi KH. Bisri Syansuri
Sumber Gambar: Dok. LaduniID

Daftar Isi

1   Riwayat Hidup dan Keluarga KH. Bisri Syansuri

1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga KH. Bisri Syansuri     
1.3 Wafat

2   Sanad Ilmu dan Pendidikan KH. Bisri Syansuri

2.1 Berkelana Menuntut Ilmu
2.2 Guru-Guru KH. Bisri Syansuri
2.3 Pendiri dan Pengasuh Pesantren 

3   Penerus KH. Bisri Syansuri

3.1 Putera-puteri KH. Bisri Syansuri
3.2 Murid-murid KH. Bisri Syansuri

4   Jasa, dan Karir KH. Bisri Syansuri

4.1 Jasa-jasa KH. Bisri Syansuri
4.2 Karier KH. Bisri Syansuri

 

5   Kisah Teladan KH. Bisri Syansuri

5.1 Menegur Bung Hatta Memakai Peci  
5.2 Peduli Terhadap Perempuan      
5.3 Teguh Pendirian 

6   Pengabdian di Nahdlatul Ulama (NU)

7   Penghargaan

8   Chart Silsilah

8.1 Chart Silsilah Sanad 

9   Referensi

 

1  Riwayat Hidup dan Keluarga KH. Bisri Syansuri

1.1 Lahir

KH. Bisri Syansuri adalah ulama yang sangat berjasa dalam pendirian Nadlatul Ulama, juga merupakan pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang. KH. Bisri Syansuri dilahirkan di Desa Tayu, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah, pada tanggal 28 Dzulhijjah 1304 H / 18 September 1886. Beliau merupakan anak ketiga dari pasangan KH. Syansuri dan Nyai Mariah.

1.2 Riwayat Keluarga KH. Bisri Syansuri 

Ketika berada di Makkah,KH. Bisri Syansuri menikahi adik perempuan KH. Abdul Wahab Hasbullah. Sepulangnya dari Makkah, beliau menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun.

KH. Bisri Syansuri menikah dengan Hj. Chodidjah dan pada tahun yang sama, kedua suami isteri baru itu kembali ke tanah air (1914). Dari pernikahan tersebut KH. Bisri Syansuri mendapatkan sembilan orang anak.

  1. Anak pertama meninggal waktu kecil
  2. Ahmad Atoillah, yang dikenal dengan nama KH Ahmad Bisri
  3. Muassomah
  4. Muslihatun
  5. Sholihah
  6. Musyarofah
  7. Sholihun
  8. Ali Abd Aziz
  9. Shohib.

1.3 Wafat

KH. Bisri Syansuri wafat pada umur 93 tahun, tepatnya pada tanggal 25 April 1980. Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Denanyar (PP Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang).
 

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan KH. Bisri Syansuri

2.1 Berkelana  Menuntut Ilmu

Semasa kecil, KH. Bisri Syansuri belajar pada KH. Abd Salam, seorang ahli dan hafal al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih. Atas bimbingannya beliau belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. Gurunya itu dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan-aturan agama. Watak ini menjadi salah satu kepribadian Bisri yang melekat di kemudian hari. 

Sekitar usia 15 tahun, KH. Bisri Syansuri mulai belajar ilmu agama kepad kedua tokoh agama yang terkenal pada waktu itu yaitu KH. Kholil Kasingan Rembang dan KH. Syu’aib Sarang Lasem. Kemudian ia melanjutkan berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah beliau kemudian bertemu dengan  KH. Abdul Wahab Hasbullah, seorang yang kemudian menjadi kawan dekatnya.

Setelah berguru kepada Syaikhona Kholil, KH. Bisri Syansuri kemudian berguru kepada Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng. Di pesantren itu, beliau belajar selama 6 tahun. Beliau memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad hingga ke kitab-kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim.

Pada tahun 1912 sampai 1913 KH. Bisri Syansuri berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah. Di kota suci  itu, mereka belajar kepada:

  1. Syekh Mahfudz Tremas 
  2. Syekh Muhammad Bakir
  3. Syekh Muhammad Said Yamani
  4. Syekh Ibrahim Madani
  5. Syekh Al-Maliki
  6. KH. Ahmad Khatib Padang


2.2 Guru-Guru KH. Bisri Syansuri

  1. KH. Abd Salam
  2. KH. Kholil Kasingan
  3. Syaikhona Kholil Bangkalan
  4. Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari
  5. Syekh Mahfudz Tremas 
  6. Syekh Muhammad Bakir
  7. Syekh Muhammad Said Yamani
  8. Syekh Ibrahim Madani
  9. Syekh Al-Maliki
  10. KH. Ahmad Khatib Padang


2.3 Pendiri dan Pengasuh Pesantren

KH. Bisri Syansuri kemudian sendiri mendirikan Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang  dan pada 1917. KH. Bisri Syansuri merupakan salah satu sosok ulama pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri perempuan di pesantren yang didirikannya. Pada saat itu, pesantren yang didirikannya, baru diikuti perempuan-perempuan di desanya. Sang Guru, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari yang mengetahui hal tersebut, Mbah Hasyim membiarkan dan mendukung apa yang dilakukan oleh muridnya. 

Menurut Gus Dur, langkah KH. Bisri Syansuri ini adalah hal yang menarik. Sebab, ketika sahabat-sahabat karibnya saat di Makkah mendirikan cabang Sarekat Islam, Kiai Bisri mendirikan kelas khusus perempuan


3  Penerus KH. Bisri Syansuri

3.1 Putera-puteri KH. Bisri Syansuri

  1.  Ahmad Atoillah, yang dikenal dengan nama KH. Ahmad Bisri
  2. Muassomah
  3. Muslihatun
  4. Sholihah
  5. Musyarofah
  6. Sholihun
  7. Ali Abd Aziz
  8. Shohib.

3.2 Murid-murid KH. Bisri Syansuri

  1. Prof. KH. Abd. A’la Basyir

  2. Dr. Dra. Hj. Sinta Nuriyah Wahid., M.Hum.

  3. KH. Asrori Ahmad dan santri-santri beliau di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang
     

4  Jasa, Karya, dan Karier KH. Bisri Syansuri

4.1 Jasa-jasa KH. Bisri Syansuri

a. Salah Satu Pendiri NU
KH. Bisri Syansuri termasuk salah seorang Kiai yang hadir dalam pertemuan 31 Januari 1926 di Surabaya, saat para ulama menyepakati berdirinya organisasi NU. KH. Bisri Syansuri duduk sebagai A’wan (anggota) Syuriah dalam susunan PBNU pertama kali itu.

Sejak KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, jabatan Rais Akbar dihapuskan, diganti dengan Rais ‘Aam. Posisi itu dijabat oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, di mana KH. Bisri Syansuri ditetapkan sebagai wakilnya. Tahun 1972 beliau menggantikan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Aam sampai akhir hayatnya.

b. Memimpin NU dan Pejuang RUU Perkawinan Orde Baru
Ketika NU secara formal tergabung dalam partai berlambang ka’bah itu. Salah satu prestasi yang paling mengesankan, ketika KH. Bisri Syansuri berhasil mendesakkan disahkannya UU perkawinan hasil rancangannya bersama-sama ulama NU. Padahal sebelumnya pemerintah sudah membuat rancangan undang-undang perkawinan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Setelah KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat, Rais Aam NU berada di pundak KH. Bisri Syansuri pada tahun 1972, era mulai menguatnya pemerintahan Orde Baru. Tantangan besar yang pertama adalah munculnya sebuah Rancangan Undang-Undang Perkawinan yang secara keseluruhan berwatak begitu jauh dari ketentuan-ketentuan hukum agama, sehingga tidak ada alternatif lain kecuali menolaknya. Sangat menarik untuk diikuti bahwa proses perundingan dalam upaya menyetujui RUU tersebut agar menjadi Undang-Undang (UU) berlangsung sangat alot dan ketat.

Isi RUU Alternatif rancangan para ulama yang dimotori KH. Bisri Syansuri, yang meliputi:

1. Perkawinan bagi orang muslim harus dilakukan secara keagamaan dan tidak secara sipil (pasal 2: NU berhasil memenangkan pendapatnya); 

2. Masa ‘iddah, saat istri mendapatkan nafkah setelah diceraikan harus diperpendek. Pemerintah mengusulkan satu tahun, sedangkan NU minta tiga bulan karena menuntut seorang dari Muslimat, suami berhak rujuk kembali kepada istri selama masa ‘iddah itu. Tidak ada perkecualian diberlakukan bagi wanita usia lanjut.

3. Pernikahan setelah kehamilan di luar nikah tidak diizinkan. NU cukup berhasil dalam arti definisi anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan.

4. Pertunangan dilarang karena “dapat mendorong ke arah perzinahan. NU berhasil, pasal 13 ini dihapus. 

5. Anak angkat tidak memiliki hak yang sama dengan anak kandung. Dalam hal ini NU berhasil; pasal 42 mengatakan bahwa anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan. 

6. Penghapusan sebuah pasal dari rancangan undang-undang yang diajukan yang menyatakan bahwa perbedaan agama bukan halangan bagi perkawinan. Pasal 11 ini dihilangkan dan tidak disinggung. 

7. Batas usia yang diperkenankan untuk menikah ditetapkan adalah 16 tahun, bukan 18 tahun bagi wanita 19 tahun bagi pria dan bukan 21 tahun. Pada pasal 7 ini, NU berhasil.

8. Penghapusan pasal mengenai pembagian rata harta bersama antara wanita dan pria karena dalam Islam “hasil usaha masing-masing suami atau istri secara sendiri-sendiri menjadi milik masing-masing yang mengusahakannya”. Pada pasal ini, NU berhasil. 

9. NU menolak larangan perkawinan antara dua orang yang memiliki hubungan sebagai anak angkat dan orang tua angkat atau anak-anak dari orang tua angkat. Pasal ini disempurnakan menjadi hubungan sebagai anak angkat tidak dilarang, tetapi disinggung pula soal hubungan persusuan.

10. NU menolak larangan melangsungkan perkawinan lagi antara suami-istri yang telah bercerai. Dalam pasal 10 ini, NU berhasil. Perlawanan NU dalam RUU Perkawinan di awal Orde Baru tersebut tidak terlepas dari KH. Bisri Syansuri ahli fiqih yang telah matang, bersama kiai-kiai NU lain.

c. Ahli dan Pecinta Fiqh
Karakter sebagai pecinta Fiqh terbentuk ketika KH. Bisri Syansuri nyantri kepada KH. Kholil Bangkalan, dan semakin menguat setelah nyantri di Tebuireng. KH. Bisri Syansuri sangat mendalami pokok-pokok pengambilan hukum agama dalam fiqh, terutama literatur fiqh lama. Tidak mengherankan jika KH. Bisri Syansuri begitu kukuh dalam memegangi kaidah-kaidah hukum fiqh, dan begitu teguh dalam mengkontekstualisasikan fiqh kepada kenyataan-kenyataan hidup secara baik.  Hal ini lah yang membuat, KH. Bisri Syansuri menjadi tidak kaku dan kolot dalam berinteraksi dengan masyarakat.

d. Menjadi Politisi Tangguh

Persinggungannya dengan politik praktis diawali ketika KH. Bisri Syansuri bergabung dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, KH. Bisri Syansuri menjadi anggota Dewan Konstituante dan puncaknya ketika dipercaya menjadi Ketua Majelis Syuro PPP. Hasil pemilu 1955 mengantarkan dirinya menjadi anggota Konstituante, sampai lembaga itu dibubarkan oleh Presiden Soekarno lewat dekrit Presiden 5 Juli 1959. Hasil Pemilu 1971 mengantarkan KH. Bisri Syansuri kembali duduk sebagai anggota DPR RI dari unsur NU. Jabatan itu dipegangnya sampai beliau wafat.

4.2 Karier KH. Bisri Syansuri

  1. Pada tahun 1972 KH. Bisri Syansuri diangkat sebagai Rais Aam (ketua) Syuriah (pimpinan tertinggi) Nahdlatul Ulama.
  2. Menjadi Ketua Majelis Syuro PPP 
  3. Menjadi anggota Konstituante, sampai lembaga itu dibubarkan oleh Presiden Soekarno lewat dekrit Presiden 5 Juli 1959. 
  4. Pada Pemilu 1971 mengantarkan KH. Bisri Syansuri kembali duduk sebagai anggota DPR RI dari unsur NU
  5. Pada masa kemerdekaan beliau terlibat dalam lembaga pemerintahan, antara lain dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), mewakili unsur Masyumi (tempat Nahdlatul Ulama tergabung secara politis).
  6. Pada masa penjajahan Jepang, Bisri Syansuri ini terlibat dalam pertahanan negara, yakni menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya.


5  Kisah Teladan

5.1 Menegur Bung Hatta Memakai Peci

Pada suatu Jum’at, KH. Bisri Syansuri sedang melaksanakan shalat di masjid Mataraman Jakarta. Di masjid ini pula Bung Hatta istiqamah melaksanakan shalat. Pada saat itu, KH. Bisri Syansuri melihat Bung Hatta sedang salat dan saat bersujud dahinya masih tertutup oleh peci hitamnya.

Setelah Bung Hatta selesai shalat, Kiai Bisri dengan ramah memperkenalkan diri, sekaligus dengan lembut mengingatkan Bung Hatta jika dalam shalat, dahi tidak boleh tertutup oleh peci. Setelah itu setiap kali Bung Hatta memasuki masjid pecinya langsung didongakkan ke belakang sehingga tidak menutupi dahi ketika melangsungkan sujud.

5.2 Peduli Terhadap Perempuan

Pada tahun 1919, KH. Bisri Syansuri melakukan suatu gebrakan baru mengenai hal yang dirasa tabu oleh masyarakat yaitu mendirikan kelas khusus bagi perempuan di pesantrennya.

Hal tersebut merupakan hal pertama yang terjadi di lingkungan pesantren khususnya di Jawa Timur. Mendengar hal tersebut, KH Hasyim Asy’ari langsung berangkat menuju Denanyar, Jombang. Beliau melihat, langsung proses pembelajaran kelas perempuan dan berkesimpulan bahwa hal tersebut tidak dilarang.

Di abad 20 saja KH. Bisri Syansuri mampu membangun pendidikan perempuan yang sangat mulai. Banyaknya kasus asusila dan pelecehan pada perempuan sangat kontras dengan usaha yang dilakukan oleh Kiai Bisri. Kita patut mencontoh ide KH. Bisri Syansuri. Sebab dari perempuan cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas pula.

5.3 Teguh Pendirian Dalam Fiqih

KH. Bisri Syansuri merupakan seseorang yang teguh pendirian. beliau akan mati-matian untuk mempertahankan apa yang menjadi prinsipnya. Seperti dijelaskan sebelumnya, KH. Bisri Syansuri merupakan seseorang yang mencintai fiqh sepanjang hayatnya. Maka, itulah yang akan ia pegang hingga maut tiba.

Meskipun beliau berbeda prinsip dengan KH. Abdul Wahab Chasbullah yang merupakan kakak iparnya, namun mereka tetap berjalan tanpa bermusuhan. Keduanya tetap memegang apa yang telah menjadi keteguhan hidupnya.

6  Pengabdian di NU

6.1 Salah Satu Pendiri NU

KH. Bisri Syansuri termasuk salah seorang Kiai yang hadir dalam pertemuan 31 Januari 1926 di Surabaya, saat para ulama menyepakati berdirinya organisasi NU. KH. Bisri Syansuri duduk sebagai A’wan (anggota) Syuriah dalam susunan PBNU pertama kali itu.

Sejak KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, jabatan Rais Akbar dihapuskan, diganti dengan Rais ‘Aam. Posisi itu dijabat oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah, di mana KH. Bisri Syansuri i ditetapkan sebagai wakilnya. Tahun 1971 ia menggantikan KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai Rais ‘Aam sampai akhir hayatnya.

6.2 Diangkat menjadi Rais Aam PBNU

Setelah wafatnya KH. Abdul Wahab Chasbullah 1971, KH. Bisri Syansuri diangkat sebagai Rais Aam Syuriah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama. Saat ketika NU bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan beliau pernah menjabat sebagai Ketua Majlis Syuro. KH. Bisri Syansuri terpilih menjadi anggota DPR hingga tahun 1980. 

7  Penghargaan

Diangkat  Penghargaan Pahlawan Santri

Penghargaan Pahlawan Santri kepada Pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Denanyar, Jombang, Jawa Timur (Jatim) itu diberikan langsung oleh Pengasuh Ponpes Darul Muttaqien, Bogor, KH Matrajo kepada anak almarhum KH. Bisri Syansuri, yakni Hj Muhassonah Hasbullah (mewakili keluarga)  di Gedung Galeri Nasional Indonesia, Jalan Merdeka Timur, Jakarta, Minggu (22/10).

8  Chart Silsilah

8.1 Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Bisri Syansuri dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

9  Referensi

  1. KH. Abdurrahman Wahid, Khazanah Kiai Bisri Syansuri: Pencinta Fiqh Sepanjang Hayat (Jakarta: Pensil 324, 2010).
  2. KH. Abdussalam Shohib, dkk, Kiai Bisri Syansuri; Tegas Berfiqih, lentur bersikap (Surabaya: Pustaka Idea, 2015).
  3. Buletin NU Jawa Timur, Aula Nomor. 3 TH. II JUM-AWAL 1400 H/April 1980 M

 

Semoga Beliau mendapatkan Tempat yang Mulia Disisi NYA. Aamiin.
Lahul Al Fatihah

Catatan : Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 29 Oktober 2016
Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan revisi di beberapa bagian.
Editor  : Achmad Susanto

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya