Biografi KH. Abdul Chalim Leuwimunding

 
Biografi KH. Abdul Chalim Leuwimunding
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi Biografi KH. Abdul Chalim Leuwimunding

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1   Berdakwah dengan Paham Aswaja
3.2  Peranan KH. Abdul Chalim di Nahdlatul Ulama (NU)
4.    Karya-karya Beliau
5.    Referensi

Laduni.ID, Jakarta - KH. Abdul Chalim Leuwimunding adalah salah satu murid terdekat dari KH. Abdul Wahab Hasbullah (Tambak Beras Jombang), sekaligus kader andalan. Ketika ikut sama-sama membidani kelahiran NU pada tahun 1926 M di Surabaya, KH. Abdul Chalim Leuwimunding menjadi salah satu pendiri termuda (selain KH. As’ad Syamsul Arifin, Asembagus Situbondo), sekaligus satu-satunya pendiri yang berasal dari Pasundan.

Pada tanggal 8 November 2023 beliau ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. Hal itu dibuktikan dengan keluarnya surat dari Kementrian Sekretariat Negara RI, Cq Sekretariat Militer Presiden, dengan nomor surat R-09/KSN/SM/GT/.02.00/11/2023. Perihal terkait penyampaian Informasi Calon Penerima Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2023.

Surat itu di tanda tangani Sekretaris Militer Presiden Laksda TNI Hersan, SH, M.Si, MTr, Opsia dan ditembuskan ke Sekretaris Negara. Surat itu juga ditujukan ke Menteri Sosial Cq.Kementrian Sosial Jl.Salemba Raya Nomor 28 Jakarta Pusat 10430.

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Abdul Chalim merupakan salah seorang muassis Nahdlatul Ulama (NU), lahir pada 2 Juni 1898 M di Desa Cibolerang, Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka Jawa Barat.  Beliau merupakan putra dari pasangan Kyai Muhammad Iskandar, salah seorang penghulu Kadewanan Jatiwangi dan Ibu bernama Nyai Muthmainnah binti Imam Syafari.

1.2 Wafat
Pada suatu hari tanggal 12 Juni 1972 M, selepas menunaikan ibadah sholat, KH. Abdul Chalim menghadap Allah SWT dengan tenang. Beliau dimakamkan di kompleks pesantren Sabilul Chalim Leuwimunding, Majalengka.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

Saat kecil Kyai Abdul Chalim menuntut ilmu di beberapa pondok pesantren, di antaranya belajar di Pesantren Trajaya (Majalengka), Pesantren Kedungwuni (Kadipaten) dan Pesantren Kempek (Cirebon). Pada tahun 1914 ketika usianya baru menginjak enam belas ta hun, beliau berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu ke tanah Hijaz. Di sanalah beliau sempat menimba ilmu secara langsung dari Abu Abdul Mu’thi, Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani yang lebih tersohor dengan sebutan Imam Nawawi Banten.

Sebelumnya dua pamannya telah berada di sana, yaitu H. Ali dan H. Jen. Di Makkah Abdul Chalimbertemu dan berkawan baik dengan KH. Abdul Wahab sebagai teman sekaligus gurunya. Kyai Abdul Chalim kemudian pulang ke tanah asalnya pada tahun 1917. Lalu satu tahun kemudian mencari ilmu di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Selama menuntut ilmu di Makkah sifat moderat dan kompromi sebagi ulama yang berjiwa besar ditunjukkan oleh Kyai Abdul Halim. Beliau adalah sosok yang berhasil mendamaikan KH. Wahab Chasbullah Jombang dan KH. R. Asnawi, Kudus, ketika terjadi gesekan di antara keduanya. Pada waktu itu kedua ulama besar yang berselisih ini merupakan senior sekaligus guru dari KH. Abdul Chalim. Dalam satu kesempatan Kyai Abdul Chalim juga patuh ketika KH. Wahab Hasbullah yang menegurnya karena sering memperdengarkan kidung bergaya Pasundan ketika sedang mengulang-ulang pelajaran.

2.1 Guru-guru Beliau

  1. Kyai Muhammad Iskandar (Ayah KH.Abdul Chalim)
  2. Abu Abdul Mu’thi
  3. Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani atau Imam Nawawi Al-Bantany
  4. KH. Abdul Wahab
  5. KH. R. Asnawi, Kudus
  6. H. Ali
  7. H. Jen

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Sebagai putra tunggal seorang kuwu di Majalengka menjadikan KH. Abdul Chalim tidak cangung lagi ketika dilibatkan dalam berbagai kepengurusan di SI Hijaz. Demikian pun ketika beliau kembali ke Tanah Air pada 1917. Sepulangnya dari tanah Suci, KH. Abdul Chalim membantu orang tuanya di kampung untuk meringankan penderitaan rakyatnya akibat penjajahan Belanda.

Saat itu Abdul Chalim adalah anggota sekaligus pengurus Sarekat Islam (SI), termuda di Hijaz. Di mana SI adalah organisasi para ulama Nusantara yang berkonsentrasi untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda di Nusantara. Melalui SI, kebijakan-kebijakan pemerintah jajahan yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan sangat merugikan rakyat, ditentang secara konstitusional. Hingga pada gilirannya, para ulama pengurus SI kemudian menggabungkan diri ke NU setelah organisasi yang terakhir ini didirikan pada tahun 1926.

Kyai Abdul Chalim kemudian mengembara ke Surabaya untuk bergabung dengan teman-teman seperjuangannya. Di Surabaya, atas jasa Kyai Amin Peraban, Kyai Abdul Chalim bertemu kembali dengan KH. Wahab Hasbullah senior sekaligus gurunya selama di Hijaz. Karena hubungan baiknya, KH. Abdul Chalim kemudian dipercaya sebagai pengajar di Nahdlatul Wathan di kampung Kawatan VI Surabaya. Selain mengajar KH. Abdul Chalim juga dipercaya sebagai pengatur administrasi dan inisiator kegiatan belajar mengajar serta pembukaan forum-forum diskusi.

Sebagai seorang santri Pasundan yang pandai berkidung dan menguasai Ilmu Balaghoh (sastra Arab) maka KH. Abdul Chalim kemudian banyak sekali menciptakan syair-syair berbahasa Arab untuk memompa semangat perjuangan santri-santri yang tergabung di dalam Nahdlatul Wathan.

Melalui aktivitas yang padat di Nahdlatul Wathan inilah KH. Abdul Chalim menerapkan gagasan-gagasan keagamannya tentang interaksi sosial dan solidaritas politik dan kebangsaan dalam masyarakat. Selain Nahdlatul Wathan, KH Abdul Chalim juga tercatat sebagai pengajar di Tashwirul Afkar Surabaya, yang salah satu penggagasnya adalah KH. Wahab Hasbullah. Memang kedekatan KH. Abdul Chalim dengan KH. Wahab Hasbullah tampak jelas sekali. Kyai Abdul Chalim adalah pengikut setia sekaligus asisten bagi Kyai Abdul Wahab.

3.1 Berdakwah dengan Paham Aswaja

Selama mengabdi di Surabaya, berkali-kali KH. Abdul Chalim pulang ke Majalengka untuk menyampaikan kabar-kabar terbaru dari Surabaya yang kala itu merupakan pusat perjuangan kaum santri dalam membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan dan kebodohan umat.

Setiap pulang ke Majalengka, KH. Abdul Chalim selalu mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengajarkan dan memperkenalkan paham Ahlussunnah Waljamaah. KH. Abdul Chalim selalu membagikan gambar-gambar dan surat kabar "Soeara Nahdlatoel Oelama" kepada masyarakat di daerah Majalengka dan sekitarnya.

Tahun 1942 ketika ormas-ormas Islam dibekukan oleh pemerintah penjajahan Jepang, KH. Abdul Chalim mendapat dua tantangan besar di daerahnya. Intervensi Jepang kepada para pemuda untuk bergabung dalam pasukan militer Jepang dan kebanggan para pemuda untuk menjadi komunis merupakan dilema yang sangat sulit dihadapi.

Dalam situasi inilah KH. Abdul Chalim membentuk Hizbullah cabang majalengka bersama KH. Abbas Buntet Cirebon. Hizbullah Majalengka kemudian bahu membahu bersama dengan kelompok-kelompok pejuang lainnya, baik dari laskar-laskar santri maupun laskar-laskar pemuda lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

3.2 Peranan KH. Abdul Chalim di Nahdlatul Ulama (NU)

Pada tahun 1955, KH. Abdul Chalim menjadi anggota DPR dari partai NU dari perwakilan Jawa Barat. Sejak saat ini perjuangan KH. Abdul Chalim lebih dititikberatkan pada pemberdayaan warga NU Jawa Barat dengan membentuk berbagai wadah pemberdayaan masyarakat seperti PERTANU (Perkumpulan Petani NU), PERGUNU (Perkumpulan Guru NU) dan pendirian lembaga-lembaga pendidikan NU di Jawa Barat lainnya.

Pelopor pendiri (CKM) ini adalah KH. Abdul Chalim, salah seorang pengurus Hofdbestuur NU. Barang-barang yang mulai diperjual-belikan ketika itu berupa kebutuhan primer (kebutuhan sehari-han) seperti: beras, gula, kopi, rokok, pasta gigi, sabun, kacang, minyak dan sebagainya.

Namun yang menarik dari usaha ini adalah peraturan dasar CKM yang saat itu sudah disahkan sebagai model koperasi NU di tempat-tempat lain. Ini pertanda langkah awal menuju sosial ekonomi sudah mulai telihat di tahun 1929 itu.

Peraturan CKM mengenai pembagian keuntungan, misalnya, dibagi lima bagian: 40 persen untuk pegawai (penjual), 15 persen untuk pemilik modal, 25 persen untuk menambah kapital (berarti pemilik modal mendapat bagian 4O persen), 5 persen untuk juru komisi (juru tulis) dan 15 persen untuk Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Dari sini kita tahu kiprah Kyai Abdul Chalim tidak bisa dinafikan dalam awal sejarah pertumbuhan NU. Selain itu organinasi NU juga telah membuktikan pengabdiannya kepada agama dan masyarakat baik di bidang pendidikan, sosial maupun dakwah yang dimotori oleh para Kyai yang istiqomah tanpa pamrih dalam mengemban tugas sebagai pemelihara kelestarian paham Ahlussunah wal Jamaah.

KH. Abdul Chalim memang kurang dikenal. Namanya sering pula dikelirukan dengan tokoh NU lain dari Majalengka, Jawa Barat, yang bernama Abdul Halim. Dua-duanya tokoh NU, namun Abdul Chalim yang ditulis ini adalah salah satu pendiri NU dan berasal dari Desa Leuwimunding. Untuk membedakan keduanya, di belakang nama tokoh pendiri NU ini ditambahkan Leuwimunding.

Nama KH. Abdul Chalim baru lebih dikenal setelah mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berziarah ke makam Kyai Abdul Chalim di Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat, pada Maret 2003. Kyai Abdul Chalim juga tersorot saat rombongan Kirab Santri Nasional 2015 Surabaya-Jakarta singgah dan berdoa di makam Kyai tersebut.

Alkisah pada awal 2003, sejumlah pengurus dan anggota Banser NU Majalengka sowan pada Gus Dur di kediamannya di Ciganjur. Saat tiba di Ciganjur, Gus Dur ternyata masih belum datang dari kunjungan ke Prancis. "Ya, para anggota Banser memutuskan menunggu beberapa hari,” kata Ustadz Arifin Muslim, mantan Ketua Banser Majalengka.

Menurut Arifin, setelah Gus Dur datang dari kunjungannya di luar negeri, para aktivis Banser itu diterima di kediamannya. Dalam perbincangan tersebut, Gus Dur bertanya dari mana para tamunya.

Saat diberitahu bahwa para Banser itu dari Leuwimunding, Majalengka, sontak Gus Dur kaget.

"Leuwimunding? Saya punya guru di sana, sudah wafat memang. Namanya Kyai Abdul Chalim," kata Gus Dur seperti ditirukan Ustadz Arifin.

Segera saja, kata Arifin, Gus Dur memanggil staffnya untuk mengagendakan ziarah ke makam Kyai Abdul Chalim, dalam rangkaian acara kunjungannya ke Cirebon dan sekitarnya. Dalam sambutannya sekitar 45 menit di depan warga Leuwimunding di area makam Kyai Chalim, Gus Dur mengemukakan peran besar Kyai Abdul Chalim di masa sebelum berdirinya NU, saat pendirian, dan dalam perkembangan NU.

KH. Abdul Chalim  adalah sosok yang sangat rendah hati. Untungnya, ada sejumlah tulisan karya Kyai Abdul Chalimyang ditinggalkan, khususnya tentang berdirinya NU, tokoh-tokohnya, serta perkembangan NU hingga tahun 1970. Tahun itulah buku karya Kyai Abdul Halim, Sejarah Perjuangan KH. Wahab Chasbullah, yang ditulis dengan huruf Arab Pegon diterbitkan. Sebuah buku kecil memang, tetapi itulah satu di antara sedikit buku yang membahas sejarah NU saat itu. Amat langka penulis yang mencatat tentang NU, termasuk dari kalangan NU sendiri.

Tetapi sejarah telah menunjukkan bahwa Kyai Abdul Chalim sangat dekat dengan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah. Dengan kata lain, Kyai Abdul Chalim adalah orang kepercayaan kedua ulama terkemuka tersebut. Lewat  Kyai Abdul Chalim, dua Kyai tersebut merancang komunikasi lewat surat-surat dengan para ulama terkemuka se- Jawa dan Madura.

4. Karya-karya Beliau

Di antara karya KH. Abdul Chalim adalah Kitab Nadham yang berjudul "Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab"  (1898-1972 M).

Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu-Indonesia beraksara Arab (Jawi-Pegon) dalam bentuk nadhoman (puisi Arab). Meski berjudul "Sejarah Perjuangan Kyai Haji Abdul Wahab", namun kandungan kitab ini mengungkapkan sejarah besar pendirian dan perjuangan NU dari masa ke masa.

KH. Abdul Chalim Leuwimunding adalah salah satu murid terdekat dari KH. Abdul Wahab Hasbullah (Tambak Beras Jombang), sekaligus kader andalan. Ketika ikut sama-sama membidani kelahiran NU pada tahun 1926 M di Surabaya, KH. Abdul Chalim Leuwimunding menjadi salah satu pendiri termuda (selain KH. As’ad Syamsul Arifin, Asembagus Situbondo), sekaligus satu-satunya pendiri yang berasal dari Pasundan. Pada saat itu, KH. Abdul Wahab Hasbullah menunjuk KH. Abdul Chalim Leuwimunding sebagai Katib Tsani.

Melalui kitab ini, sejarah organisasi Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah itu dibedahkan oleh KH. Abdul Chalim Leuwimunding dalam bentuk puisi secara runut, ringkas, dan kaya akan data serta informasi. Karena itu, keberadaan kitab ini menjadi sangat penting sebagai salah satu sumber utama sejarah besar NU yang langsung ditulis oleh salah satu pendirinya.

 Salah satu naskah kitab ini ada di perbendaharaan buku  H. Agus Muhammad Al-Barra putra KH. Asep Saifuddin Chalim, yang merupakan cucu dari pengarang kitab ini. Terdapat catatan pada kolofon, disebutkan penulisan kitab ini diselesaikan pada 12 September 1970 M (bertepatan dengan 11 Rajab 1390 Hijri). Kitab ini kemudian dicetak oleh Percetakan "Baru" yang terletak di Jalan Pajagalan 3, Bandung (Jawa Barat), dengan tebal 31 halaman. Tertulis di sana;

دافت إذن دي جيتاك ايني رواية # ياله تغكال دوابلاس ايتو تفات

سفتيمبر سمبيلان بلس توجوه فولوه # سيا مغهادف كجومباغ دغن سغكوه

مودهمودهان توهن ممبري منفعة # فدا رواية ايني يغ سيا سيغكات

Dapat izin dicetak ini riwayat # ialah tanggal dua belas itu tepat

September Sembilan belas tujuh puluh # saya menghadap ke Jombang dengan sungguh

Mudah-mudahan Tuhan memberi manfaat # pada riwayat ini yang saya singkat

Melihat tanggal penulisan kitab ini dalam tahun Hijriyah, yaitu 11 Rajab 1390 H, tampaknya kitab ini ditulis untuk menyambut peringatan hari lahir NU yang ke-46. Organisasi NU sendiri diresmikan pada 16 Rajab 1344 Hijri (bertepatan 31 Januari 1926 Masehi).

Dalam kata pengantarnya, KH. Abdul Chalim Leuwimunding mengatakan bahwa banyak koleganya yang hendak mengetahui sejarah besar NU dari awal mula berdirinya, peran serta kiprahnya dalam perjuangan keagamaan Islam, kebangsaan Indonesia, serta kemanusiaan, hingga sampai pada tahun 1970 ketika karya ini ditulis dan NU sudah menjadi sebuah organisasi keislaman terbesar di Nusantara. Beliau menulis;

سيا بكين رواية فدا فوكويا # بياق تمان ايغين مغتاهوئييا

ايغين تاؤ اسال برديرييا # هيغكا جدي فرتي بسارله ياتيا

ميلوروه سوده دي كنال ناميا # تيدأ اسيغ دونيا مغتاهوئييا

مكا يغ تيمفو برديري فرتاميا # هيا تيغكال يغ ميسيه امفات اوراغيا

Saya bikin riwayat pada pokoknya # banyak teman ingin mengetahuinya

Ingin tau asal NU berdirinya # hingga jadi seperti besarlah nyatanya

Menyeluruh sudah dikenal namanya # tidak asing dunia mengetahuinya

Maka yang tempo berdiri pertamanya # hanya tinggal yang masih empat orangnya.

KH. Abdul Chalim Leuwimunding kemudian melanjutkan;

سيا يويون اياله دغن سعيران # بييار اناك2 تاؤ بركمبيرأن

مغتاهوئي علماء جارا برفيكير # مغتاهوئي تراديسي بهان فميكير

مورني تيدأ ترجامفور ايدي فنجاجه # سباب غرتي صفة منوسيا حرية

Saya susun ialah dengan si’iran # biar anak-anak tau bergembiraan

Mengetahui ulama cara berpikir # mengetahui tradisi bahan pemikir

Murni tidak tercampuri ide penjajah # sebab ngerti sifat manusia huriah [merdeka]

Dalam menulis kitab nadham sejarah besar NU ini, KH. Abdul Chalim terlebih dahulu meminta izin dan restu dari KH. Abdul Wahab Hasbullah (W. 1971 M) dan KH. Ahmad Syaikhu, dan KH. Idham Cholid (yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU). KH. Abdul Chalim Leuwimunding menulis;

سيا مينتا اذن فا كياهي وهاب # سباب ايتو كورو سيا وقتو طلب

مينتا اذن فا شيخو ياله سبابيا # سباب سورابيا مولائي برديرييا

جوكا مينتا اذن ككتوا عموم # فا كياهي إدهام فيمفنان هارس معلوم

Saya minta izin Pak Kyai Wahab # sebab itu guru saya waktu tholab (belajar)

Minta izin Pak Syaikhu ialah sebabnya # sebab Surabaya mulai berdirinya (NU)

Juga minta izin ke ketua umum # Pak Kyai Idham (Cholid) pemimpin harus maklum)

Dikatakan oleh KH. Abdul Chalim Leuwimunding, bahwa dalam menyusun kitab nadham sejarah besar NU ini, dirinya bersandar pada muktamar-muktamar NU yang hingga pada masa itu sudah berlangsung 24 kali. Kesemua (24) muktamar itu selalu dihadiri oleh beliau. Karena itu, segala macam perkembangan, perubahan, dan keputusan NU dari masa ke masa dapat diketahui dengan sangat baik oleh beliau.

5. Referensi

  1. https://jabarprov.go.id/berita/kh-abdul-chalim-penerima-gelar-pahlawan-nasional-dari-jawa-barat-tahun-2023-11260

Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Abdul Halim Leuwimunding dapat dilihat di sini.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya