Sunat Berbuka Puasa Termasuk dengan Bersenggama

 
Sunat Berbuka Puasa Termasuk dengan Bersenggama

LADUNI.ID, ACEH-Syaikh H. Hasanoel Basri HG (Abu MUDI)  dalam pengajian tasawuf, tauhid dan fiqh (Tastafi) yang diselenggarakan oleh Rabithah Taliban Aceh (RTA) Pidie dan bekerja sama dengan Dinas Syariat Islam (DSI) Pidie, dan Radio Al-Falah Fm di Masjid Jamik Al-Falah Kota Sigli, berlangsung meriah dan antusiasnya masyarakat mengikuti pengajian tersebut, malam Jum'at, (2/5/2019).

Pengajian dan penyampaian Abu MUDI sangat sistematis dan bahasanya mudah di pahami masyarakat membuat jamaah membeludak dan semangatnya mendengar setiap untaian serta paparannya.

Dalam pengajian tersebut di samping mengkaji kitab turasy klasik juga memberikan peluang kepada jamaah untuk bertanya. Salah satu pertanyaan tentang hal yang membatalkan puasa.

"Suntikan dan meredam dalam air sehingga masuk air lewat pori-pori tidak membatalkan puasa, bahkan infus juga demikian," jawab ulama kharismatik Aceh itu.

Ada jamaah yang tentang bersenggama di siang hari yang tidak ada hukumannya dengan membayar fidiyah. Menjawab pertanyaaan tersebut Abu juga menjelaskan ada sebagian orang itu berpolitik untukmenghindari fidiyah puasa  dari bersenggama siang hari dengan melakukan hal lain yang membatalkan puasa  seperti memasukkan sesuatu ke dalam telinga kemudian berjimak di siang hari.

"Itulah cara berpolitik terhindar dari membayar fidiyah. Melakukan hubungan badan (bersenggama) juga termasuk dalam sunat membuka puasa dan ini pernah di lakukan para sahabat dulunya," pimpinan dayah MUDI Samalanga itu.

Apa yang disampaikan Abu sejalan apa diungkapkan dalam sebuah atsar berbunyi :

حدثنا الهيثم بن خلف الدوري ثنا مؤمل بن هشام ثنا يحيى بن حماد عن السري بن يحيى عن محمد بن سيرين قال ربما أفطر ابن عمر على الجماع

Telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Khalaf Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Muammal bin Hisyam, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hammad, dari As-Sari bin Yahya, dari Muhammad bin Sirin, ia mengatakan, “Kadang-kadang Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma buka puasa dengan jima’ (menyetubuhi istrinya).” [HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, 12/269]

Bukan hanya itu bahkan dalam kitab Bajuri juga disebutkan pernyataan yang seirama berbunyi:
و يسن ان يفطر على تمر و الا فماء فان لم يكن لم يجد الا الجماع افطر عليه (البيجورى ١/٤٣٦)

“Dan disunnahkan berbuka dengan korma, bila tidak ada maka dengan air. Dan bila tidak ada kecuali hanya ada jima’ maka berbukalah dengannya.” (Kitab Al-Baijuri, Jilid 1, hal. 436)

Paparan tersebut diperkuat dalam kitab Busra Al-Karim bunyinya:
قوله و تعجيل فطر اى بغير جماع وانما يسن ما ذكر . (بشرى الكريم ٢/٧٣)
“Dikatakannya, jika tidak ada yang untuk dibuat buka kecuali jimak, maka jimak bisa menjadi kesunahan ta’jilul fitri.” (Kitab Busra Al-Karim, jilid 2, hal. 73)