Biografi Syekh Ibrahim ibn Daud Al-Fathani

 
Biografi Syekh Ibrahim ibn Daud Al-Fathani
Sumber Gambar: foto ist

Daftar Isi Profil Syekh Ibrahim ibn Daud Al-Fathani

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Mengajar di Masjidil Haram
  5. Mengajar di Madrasah Dar al-Ulum
  6. Teman-Teman
  7. Karya-Karya

Kelahiran

Syekh Ibrahim al-Fathani lahir kota suci Makkah pada 1320 H/1902 M. Beliau merupakan putra dari pasangan Syekh Daud ibn Abdul Qadir ibn Abdullah ibn Idris al-Fathani.

Nasab beliau dari jalur  ayah masih bertemu dengan Syekh Daud ibn Abdullah al-Fathani, salah seorang ulama Patani (Thailand) yang masyhur dengan kealimannya yang menjadi salah satu pengajar di Masjidil Haram dan mempunyai banyak karya, baik berliteratur Arab maupun Jawi. Titik temunya tersebut bertemu di Syekh Abdullah ibn Idris al-Fathani.

Wafat

Syekh Ibrahim al-Fathani wafat pada Selasa 13 Sya’ban 1413 H atau bertepatan pada tahun 1992 M di Haramain. Meskipun jasad Syekh Ibrahim al-Fathani berada di Haramain, namun ia sangat memperhatikan tanah leluhurnya, yaitu Malaysia. Beberapa kali ia mengunjungi Malaysia untuk tujuan dakwah dan meniupkan semangat dalam menyebarkan agama Allah. Selain Malaysia, negara yang pernah dikunjunginya adalah Hindia.

Pendidikan

Lingkungan yang ditempati Syekh Ibrahim al-Fathani dikenal penuh dengan keilmuan dan kereligiusan. Ayahnya, Syekh Daud al-Fathani sangat memperhatikan masalah pendidikannya sejak usia dini.

Dimasukkanlah ia di di kuttab (madrasah al-Qur’an) yang diasuh oleh Sayyid Husein al-Maliki. Sering sekali ia diajak sang guru untu bertawaf di Masjidil Haram dan menghadiri halaqah para ulama yang mengajar di serambi Makkah.

Di kuttab yang diasuh oleh Syekh Husein al-Maliki, Syekh Ibrahim al-Fathani telah menghafalkan al-Qur’an 30 juz secara tuntas. Sang guru sangat puas dengan prestasinya. Ia termasuk salah satu murid andalannya.

Setelah menghafalkan al-Qur’an, Syekh Ibrahim al-Fathani melanjutkan belajarnya di Madrasah al-Hasyimiyyah selama 5 tahun. Kemudian, ia fokus menghadiri halaqah keilmuan yang diselenggarakan di Masjidil Haram, di antara syekhnya adalah Syekh Muhammad ibn Abdul Qadir al-Fathani (pamannya), Syekh Muhammad Ali ibn Husein al-Maliki, Syekh Said ibn Muhammad al-Yamani, Syekh Hasan ibn Said al-Yamani, Syekh Muhammad Yahya Aman, Syekh Isa ibn Muhammad Rawas, Syekh Umar Hamdan al-maHrusi, Syekh Umar ibn Abu Bakar Bajunaid, Syekh Abbas ibn Abdul Aziz al-Maliki, Syekh Muhammad Habibullah al-Sinqithi, Syekh ‘Ais al-Fardhi, Syekh Ahmad Abdullah Nadhirin, dan Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi.

Dengan penuh ketekunan Syekh Ibrahim al-Fathani mempelajari ilmu yang sudah ditransmisikan kepadanya. Ditopang dengan al-Qur’an yang sudah dihafalkannya, ia dapat mengkaji ilmu tafsir dan fikih dengan mendalam sebab dalil atau hujjah utamanya sudah dikuasai.

Mengajar di Masjidil Haram

Saat pamannya, Syekh Muhammad Abdul Qadir wafat, ia ditunjuk penguasa Haramain untuk menggantikan posisinya dalam mengajar di Masjidil Haram. Peristiwa ini terjadi pada 1350 H/1931 M. Wadifah itu berlanjut hingga akhir hayatnya.

Tempat pengajiannya berada di Bab al-Salâm dan Bab al-Nabi serta di Serambi antara Bab al-Salâm dan Qayatabi. Masanya setelah Magrib dengan materi spesial yaitu tafsir al-Qur’an dan fiqih. Selain itu, ia juga mengajar Gramatika Arab, ushul fiqih, dan Hadist seperti kitab Takhrîj al-Furu’ ‘alâ al-Ushûl dan kitab Riyâdhu al-Shâlihîn.

Karena takut kajiannya akan membuat bosan thalabahnya, maka Syekh Ibrahim al-Fathani menyelingi dengan sebuah nasehat dan petunjuk, serta cerita-cerita yang mengandung hikmah. Ia mengupayakan materi yang disampaikan akan kedengaran mudah. Semua itu dikerjakannya dengan penuh keikhlasan dan amanah. Jika dirasa masih ada materi yang belum dipahami oleh muridnya, maka ia tidak akan berpindah ke pembahasan yang lain.

Beliau mempersilahkan kepada mereka untuk bertanya dan pertanyaan tersebut akan dijawabnya dengan penuh tanggung jawab. Dengan metode seperti ini, maka tidak mengherankan jika murid-muridnya banyak yang menjadi alim di antaranya adalah Syekh Yasin ibn Isa al-Fadani dan Syaikh Abdul Wahhab Ibrahim.

Mengajar di Madrasah Dar al-Ulum

Pada 16 syawwal 1352, Syekh Ibrahim al-Fathani diminta untuk ikut serta dalam mengajar di Madrasah Dar al-Ulum.

Dengan senang hati ia mengabulkan permintaan tersebut. Madrasah Dar al-Ulum didirikan disebabkan ada salah satu pelajar dari Nusantara dicaci maki oleh salah seorang syaikh di Madrasah Shaulathiyyah sebab membaca koran yang berbahasa Melayu.

Karena menyangkut-nyangkut nama kebangsaan Indonesia, maka pembesar ulama Indonesia sepakat menarik semua syekh dan siswa yang belajar di Shaulathiyyah untuk pindah di Dar al-Ulum. Ulama yang didaulat sebagai mudir pertamanya adalah Syekh Muhsin ibn Ali al-Palimbani.

Syekh Ibrahim al-Fathani tidak hanya mengajar di Masjidil Haram dan Madrasah Dar al-Ulum. Ia juga mempunyai wadifah mengajar di Ma’had al-Ilmiyyi al-Sa’udiyyi, kediaman Syaikh Husein ibn Ali al-Maliki, dan di Madrasah Tahdhir al-Bi’stat.

Jika dirasa masih kurang puas dengan keterangan ilmu yang disampaikan Syekh Ibrahim al-Fathani selama mengajar di sebuah majlis, maka sebagian thalabahnya terkadang mendatangi kediamannya untuk bertanya. Rumahnya terbuka untuk umum sebagai tempat berlabuh untuk mendikusikan masalah agama, baik yang datangnya dari muridnya atau masyarakat umum.

Beliau juga sering dimintai fatwa untuk menghilangkan ganjalan-ganjalan atas problematika yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Dengan senang hati Syaikh Ibrahim al-Fathani akan melayani permintaan tersebut.

Teman-Teman

Syekh Ibrahim al-Fathani sangat akrab dengan ulama Melayu yang bermukim di Haramain seperti Syekh Muhsin ibn Ali al-Palimbani, Syekh Muhaimin al-Lasemi, Syekh Zubair ibn Ahmad al-Filfulani, Syekh Ahmad al-Qisthi, Syekh Husein ibn Abdul Ghani al-Palimbani, dan Syekh Yasin ibn Isa al-Fadani.

Karya-Karya

Jika tugasnya mengajar dan melayani masyarakat sudah selesai, maka Syekh Ibrahim al-Fathani menggunakan sela-sala waktunya untuk mengarang sebuah kitab. Ia tergolong ulama yang produktif. Di antara karya tulis yang dihasilkannya adalah Nahj al-Burdah, kitab al-Faraidh, Tafsîr al-‘Asyar min al-Qur’ani al-Karîm, Syarah Riyâdu a-Shâlikin (belum sempurna), dan Nadzam Ishtilahat al-Minhhaj fi Hikâyati al-Khilâf.

Selain itu, beberapa kali beliau diminta untuk menulis di majalah. Ia pernah menulis syair sebanyak 50 judul yang isinya menyayat hati pembacanya.

Kecintaan Syekh Ibrahim al-Fathani terhadap ilmu, menumbuhkan hobi untuk mengumpulkan beberapa karya tulis dari berbagai jenis kajian. Ia mempunyai perpustkaan khusus yang di dalamnya berisi banyak kitab. Kitab-kitab koleksinya tersebut diwakafkan di maktabah universitas Umm al-Qura.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya