Biografi Guru Mughni, Ulama Kharismatik dan Dermawan Asal Betawi

 
Biografi Guru Mughni, Ulama Kharismatik dan Dermawan Asal Betawi
Sumber Gambar: SekolahNews.com Ilustrasi, Laduni.ID

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus
3.1  Murid-Murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Pulang ke Indonesia
4.2  Mendirikan Masjid dan Madrasah

5.    Teladan
6.    Karya-Karya
7.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
Seorang ulama besar itu terkenal di kawasan Jakarta Selatan yaitu Guru Mughni. Tokoh yang sering disebut Guru Mughni ini terhitung ulama yang paling terkemuka di wilayah Selatan.
 

1.1 Lahir
Nama lengkap Guru Mughni adalah Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qays. Beliau lahir pada tahun 1860 M. di Daerah Kuningan Jakarta Selatan dari pasangan H. Sanusi bin Ayyub dan Hj. Da’iyah binti Jeran.

1.2 Wafat
Guru Mugni wafat pada hari Kamis, 5 Jumadil Awal 1354 H / 5 Agustus 1935 M. Shalat jenazah baru dilaksanakan pada hari Jum’at yang dipimpin oleh Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi.

Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga di Mushola Al-Mizan/Langgar Tanjung, Jalan Mega Kuningan Barat Blok E, 33 Kuningan Timur Jakarta Selatan, berdekatan dengan Kedutaan Besar Republik Islam Pakistan.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Guru Mughni pertama kali belajar agama kepada ayahnya H. Sanusi di Masjid Mubarok, Kuningan. Kemudian beliau belajar kepada seorang Guru mengaji bernama H. Jabir kemudian meneruskan belajar kepada Sayyid Usman bin Yahya yang bergelar “Mufti Betawi”. Dalam usia 18 tahun, beliau dikirim ayahnya menuntut ilmu di Makkah dan bermukim di sana selama 9 tahun,

Di sana beliau berguru kepada banyak ulama, antara lain: Syekh Sa’id Al-Babasor, Syekh Mukhtar Atharid, Syekh Umar Bajunaid Al-Hadrami, Syekh Sa’id Al-Yamani, Syekh Muhammad Ali Al-Maliki, Syekh Abdul Karim Al-Dagestani, Syekh Mahfudz At-Tremasi dan Syekh Muhammad Umar Syatha, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan banyai lagi lainnya.

2.2 Guru-Guru

  1. H. Sanusi (ayah),
  2. H. Jabir,
  3. Sayyid Usman bin Yahya, Betawi,

Guru-Guru di Makkah:

  1. Syekh Sa’id Al-Babasor,
  2. Syekh Mukhtar Atharid,
  3. Syekh Umar Bajunaid Al-Hadrami,
  4. Syekh Sa’id Al-Yamani,
  5. Syekh Muhammad Ali Al-Maliki,
  6. Syekh Abdul Karim Al-Dagestani,
  7. Syekh Mahfudz At-Tremasi.
  8. Syekh Muhammad Umar Syatha,
  9. Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.

3. Penerus

3.1 Murid-Murid
Di antara murid-murid beliau yang mengikuti jejak sang guru berdakwah, yakni:

  1. Guru Abdul Rahman Pondok Pesantren Pinang,
  2. KH. Hamim dari Lenteng Agung,
  3. Guru Na’im dari Cipete,
  4. KH. Hamim,
  5. KH. Rasain dari Cipete,
  6. Guru Ilyas dari Karet,
  7. Guru Ismail Pedurenan (dipanggil Guru Mael, mertua KH. Ahmad Junaidi Menteng Atas).

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Kembali ke Indonesia
Kemudian Guru Mughni kembali ke tanah air, Guru Mugni mulai mengajar di rumahnya sendiri dan di masjid untuk beberapa waktu sebelum kembali lagi ke Makkah dan bermukim untuk kedua kalinya selama lima tahun.

Selama di tanah suci, beliau berteman dengan sejumlah orang Betawi yang kelak juga menjadi ulama besar, seperti KH. Marzuki (Guru Marzuki). Hubungan pertemanannya dengan Guru Marzuki agaknya memiliki keistimewaan tersendiri, karena gurunya bernama Muhammad Umar Syatha itu dikenal sebagai Mursyid Tarekat Al-Alawiyah yang memberikan ijazah tarekatnya kepada Guru Marzuki.

Sedangkan Guru Mughni sendiri tampaknya tidak memberi perhatian khusus kepada tarekat. Ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadis, dan beberapa cabang ilmu bahasa Arab merupakan ilmu yang beliau ajarkan kepada beberapa muridnya.

Hubungan Guru Mughni dengan Guru Marzuqi berlanjut kepada kekeluargaan melalui jalur pernikahan. Putra Guru Mughni, KH. Ali Sibromalisi menikah dengan Hj. Syaikhoh, putri Guru Marzuqi. Melalui jalur pernikahan inilah anak cucu mereka berdua tetap bisa bersilaturahim dan bertukar ilmu pengetahuan.

4.2 Mendirikan Masjid dan Madrasah
Perlawanan Guru Mugni terhadap Belanda juga dilakukan ketika hendak membangun Masjid Baitul Mughni. Saat itu Guru Mughni meminta surat rekomendasi kepada Pemerintah Belanda untuk membangun masjid tetapi Belanda -atas pertimbangan Snouck Hurgronje- tidak mengeluarkan surat rekomendasi. Guru Mughni tetap melaksanakan pembangunan Masjid Baitul Mughni pada tahun 1901 M. dengan biaya sendiri dan di atas tanahnya sendiri.

Pada tahun 1926 M, Guru Mugni mendirikan Madrasah Sa’adatud Dârain yang merupakan satu-satunya madrasah yang ada di Wilayah Kuningan pada saat itu. Menurut putra Guru Mugni, KH. Hasan Basri, bangunan madrasah ini semula merupakan rumah kediaman ayahnya. Ketika madrasah sudah didirikan, pengelolaannya diserahkan kepada kedua putranya KH. Syahrowardi dan KH. Rahmatullah dan dibantu menantunya, KH. Mahfudz dan KH. M. Toha. Guru Mughni sendiri hanya sebagai pengawas dan pembina.

Dalam hal pendidikan, beliau menerapkan aturan yang ketat kepada keluarganya. Tidak ada satupun anaknya diperbolehkan di sekolah umum milik Belanda. Ini merupakan bentuk perlawanan Guru Mughni yang non koperatif kepada Pemerintah Belanda.

Kendati demikian bukan berarti beliau anti ilmu umum. Beliau memanggil guru-guru umum untuk mengajarkan anak-anaknya secara privat. Hasil didikannya terbukti berhasil, banyak anak cucu keturunannya menjadi ulama-ulama besar yang kelak meneruskan perjuangannya, seperti:

  1. KH. Ahmad Mawardi,
  2. KH. Syahrowardi,
  3. KH. Ali Syibromalisi,
  4. KH. Abdul Aziz Abdullah Suhaimi.

5. Teladan
Guru Mughni menolak pekerjaan sebagai Penghulu Kepala yang ditawarkan kepadanya seperti umumnya ulama Betawi karena alasan kebangsaan, tidak ingin bekerjasama dengan pihak Belanda. Selain itu, beliau juga dikenal sangat kaya sehingga untuk mengurusi kekayaan itu beliau sengaja menyewa pengacara yang bernama Muhammad Nafis.

Secara ekonomi Guru Mughni tidak mempunyai masalah oleh sebab itu bisa dipahami bila beliau menolak pekerjaan yang ditawarkan pemerintah Belanda. Bahkan sebagian hartanya disumbangkan untuk membiayai kegiatan dakwah Islam dan juga untuk membantu masyarakat Kuningan yang memerlukan bantuan modal untuk berdagang atau mengembangkan usaha mereka.

Bahkan ketika Guru Mughni bermukim di Makkah, beliau kerapkali memberikan bantuan pinjaman kemah-kemah kepada jama’ah haji Indonesia. Sementera rumahnya sendiri yang berada di Makkah dijadikan wakaf tinggal para pelajar Indonesia yang bermukim di sana.

Hal itu menunjukkan sifat sosial dan dermawan Guru Mughni yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada dirinya, terutama dalam membela tanah air. Ketika terjadi revolusi fisik melawan penjajah, beliau mengizinkan rumahnya yang terletak di Jl. Mas Masur No. 38. Tanah Abang dijadikan tempat pertemuan tokoh-tokoh perkumpulan Yong Islamiten Bond oleh KH. Agus Salim.

6. Karya-Karya
Selama hidupnya Guru Mughni menulis dua buah karya, di antaranya:

  1. Taudhîh Al-Dalâ’il fî Tarjamati Hadist Al-Syâmil,
  2. Naqlah Min ‘Ibârat Al-Ulama Nasihat Mawâ’izah li Awlad Al-Zamân Fî Adab Qirô’at Al-Qur’ân wa Ta’limih.

7. Referensi
Jakarta Islamic Centre

Sebelumnya artikel ini dibuat pada tanggal 14 Desember 2020, dan diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 27 Desember 2023

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya