Kisah Pratiwi Kusumawardani, Ahli Antariksa Perempuan yang Berhijab

 
Kisah Pratiwi Kusumawardani, Ahli Antariksa Perempuan yang Berhijab

LADUNI.ID, Jakarta - Adalah Pratiwi Kusumawardani yang sejak kecil memang senang melihat langit. Meski begitu, dia tak pernah terpikir bahwa ketika dewasa ia akan terjun ke dunia antariksa

Walaupun terlahir dari orang tua yang berlatar-belakang dunia sosial, Pratiwi memutuskan untuk mengambil jurusan astronomi saat kuliah S1 di Institut Teknologi Bandung. Saat kuliah S1, Pratiwi pun mulai mempelajari dunia dirgantara lebih dalam, hingga akhirnya menemukan fokus yang ia minati.

“Nah, pas tingkat akhir udah mulai mau kayak (tugas akhir) gitu, kok kayaknya lebih cenderung interest-nya itu ke engineering-nya. Cuman kan karena emang kuliahnya udah di sains, ya mau nggak mau kan harus tuntasin dulu kan. Sempat kepikiran buat join collaboration research sama di aerospace juga, untuk ambil kuliahnya juga,” terang Pratiwi Kusumawardani.

Selain itu, Pratiwi juga tahu bahwa ia masih ingin mengulik lebih dalam seputar satelit, roket, dan sebagainya. Setelah lulus S1 dan sempat bekerja, Pratiwi lalu kembali ke bangku kuliah untuk meneruskan pendidikan S2, kali ini mengambil jurusan aerospace engineering atau teknik dirgantara di Institut Teknologi Bandung dengan spesifikasi austronatics engineering, yang tergabung di fakultas teknik mesin dan dirgantara, sebuah fakultas yang masih didominasi oleh laki-laki.

“Kalau saya kan memang interest-nya di bidang space-nya ya, yang di satelit, roket dan sebagainya. Nah, untuk yang spesifikasi benar-benar sama persis itu jarang banget perempuan,” ujarnya, seperti dilansir dari laman VOA Indonesia.

Pratiwi yang merupakan satu di antara segelintir perempuan di fakultasnya juga mengaku terkadang ada hal-hal yang menjadi tantangan. Khususnya saat harus melakukan penelitian hingga malam hari.

“Kadang kadang tuh kita no problem gitu ya mau sampai malam gitu atau ibaratnya mau nginep. Tapi kadang-kadang sudah dibatasi sendiri, karena kita perempuan. Jadi ada batasan-batasan kalau pulang malam,” ceritanya.

Perempuan kelahiran tahun 1993 ini berprofesi sebagai seorang Spacecraft Flight Dynamic Engineer atau Orbit Analyst untuk Bank Rakyat Indonesia di Jakarta yang bertugas untuk menjaga posisi satelit (BRISat) dari pengaruh benda alami akibat dari gravitasi bumi, bulan dan matahari.

Mengingat bahwa dunia yang ia tekuni ini masih jarang perempuan, ia pun lalu mendirikan perusahaan rintisan SpaceID pada tahun 2017 dimana ia merangkap sebagai CEO, sebuah wadah yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di Indonesia tentang spacecraft atau pesawat antariksa dan juga tentang peran perempuan di dunia STEM (Science, Teknology, Engineering, Mathematics).

Salah satu kegiatannya adalah sosialisasi mengenai antariksa ke sekolah-sekolah, seperti di Bandung.

“Pastinya ingin lebih motivasi anak-anak di Indonesia, terutama perempuan untuk tetap bergerak di bidang STEM, di bidang space. Karena itu bukan hal yang mustahil gitu,” kata Pratiwi.

Pratiwi juga bercita-cita untuk membangun pusat pendidikan dan konsultan di bidang antariksa di Indonesia untuk membantu dan memberikan pengarahan kepada orang-orang yang memiliki minat di bidang antariksa ini.

Pratiwi kemudian dipilih untuk mengikuti program International Visitor Leadership Program (IVLP) - "Hidden No More" di Amerika, yaitu program yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan yang sudah berkontribusi di bidang STEM.

Program ‘Hidden No More’ yang baru berjalan tiga tahun ini terinspirasi oleh film yang diangkat dari kisah nyata, bertajuk “Hidden Figures.” Film yang berhasil meraup tiga nominasi Academy Awards pada tahun 2017 ini bercerita tentang tiga ahli matematika perempuan yang bekerja untuk NASA dan berjasa dalam membantu perjalananan ke ruang angkasa astronot, John Glenn, orang Amerika pertama yang mengelilingi bumi.

Program ini hanya bisa diikuti oleh orang-orang yang telah direkomendasikan kepada pemerintah Amerika Serikat, melalui kedutaan besar Amerika di Indonesia.

Selama tiga minggu, Tiwi beserta 49 peserta yang berasal dari 49 negara ini disebar ke beberapa kota di Amerika untuk mendapatkan pendidikan di bidang STEM dan fokus yang kira-kira sesuai dengan pekerjaan masing-masing.

“Saya kepilih untuk di Huntsville (Alabama), karena kan Huntsville ini terkenal dengan Rocket city, ya. Saya bidangnya juga space,” cerita lulusan S1 dari Institut Teknologi Bandung jurusan astronomi ini.

Selain ke Huntsville, Pratiwi juga sempat berkunjung ke Washington, D.C., Chicago, dan Los Angeles untuk mengikuti berbagai kegiatan yang menurutnya sangat menarik dan memotivasi, dimana para peserta diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berbagai cerita, serta pengalaman.

“Kita ada kunjungan juga (ke) berbagai lembaga seperti ke (National Geographic), terus juga kita ada kunjungan ke NASA,” jelasnya.

Di kantor NASA, Tiwi dan peserta lainnya juga berkesempatan untuk mengikuti kegiatan mentoring dengan Deputy Chief Technologist untuk NASA, Florence Tan yang berasal dari Malaysia, namun sudah lama tinggal di Amerika Serikat.

“Benar-benar intens banget dan tanpa jarak ya, karena kita satu meja. Benar-benar kita dikasih masukan tentang gimana caranya supaya menghadapi masalah-masalah untuk mendalami bidang pekerjaan di bidang STEM dan segala macam,” kata Pratiwi.

Para peserta juga berkunjung ke beberapa universitas ternama di Amerika seperti Johns Hopkins University di Maryland, Massachusetts Institute of Technology di Massachusetts, dan California Institute of Technology di California. Kunjungan berakhir di California, dimana mereka berkunjung ke Disney World, sekaligus untuk diwawancara dan berbagi cerita.

“Mereka tertarik bagaimana cerita di balik kita ini, sehingga kita bisa terpilih di acara IVLP ini. Kontribusi apa saja yang sudah dilakuin dan kira-kira pesan apa saja yang bisa kita sampaikan untuk orang-orang terutama perempuan-perempuan yang ingin mendalami bidang STEM ini,” ujar Pratiwi.

Kepada para perempuan yang ingin berkarir di bidang STEM, Pratiwi berpesan agar terus bekerja keras. “STEM adalah bidang yang berhak ditekuni oleh siapapun dan dimanapun terlepas dari apa latar belakang kita, terus berjuang dan nikmati kejutan indah di masa depan!,” tegasnya.